IM.com – Sidang perkara suap izin 22 tower perusahaan telekomunikasi senilai Rp 4,4 miliar yang menjerat Bupati nonaktif Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa (MKP) nyaris luput dari sorotan media. Perkembangan terbaru persidangan MKP di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (15/10/2018) lalu mendengarkan keterangan sejumlah saksi yang kompak menguatkan dakwaan jaksa KPK.
Ada enam pejabat dan PNS Pemkab Mojokerto yang dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi. Mereka adalah Kepala Satpol PP Suharsono dan mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mojokerto, Nurhono.
Serta empat pejabat lain yang di hadirkan yakni Kasubag Umum Dinas Perizinan, Joko Supangkat, Didik Safiqo Hanim (eks Kasatpol PP), Ahmad Samsul Bahri (Kabid Penertiban Satpol PP) dan Zaqi (staf Satpol PP). Kesaksian keenam anak buah MKP ini kompak menyudutkan bekas atasannya.
Sebagaimana dakwaan jaksa, perizinan yang belum dikantongi kedua perusahaan tadi sebagai dalih MKP untuk meminta fee sebesar Rp 200 juta per tower yakni Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Kendati dalam realisasinya, kedua perusahaan hanya sanggup membayar Rp 170 juta per tower yang kemudian disetujui oleh MKP.
“Awalnya (MKP) malah minta Rp 300 juta per tower. Tapi setelah negosiasi ketemu nilai itu (Rp 170 juta), uang (fee) tersebut langsung diberikan kepada anak buah MKP,” tambah saksi lainnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mojokerto, Nurhono.
Lebih jauh, pejabat yang sempat dinonjobkan Bupati MKP dan dimutasi ke Pemkot Mojokerto ini membeber fakta lain perangai korup bupati dua periode tersebut. Ia mengungkapkan, ada beberapa jenis duit upeti lain yang rutin dia setorkan ke MKP.
”Itu (setoran-setoran lain di luar perizinan) disetorkan rutin mingguan. Besarnya Rp 20 juta (per setoran),” ungkap Nurhono.
Seolah kesal dengan perlakuan MKP di masa lalu, Nurhono terus bernyanyi di persidangan itu. Mantan Insperoktorat itu kemudian membeberkan kebiasaan MKP yang menerima upeti jual beli jabatan.
Nurhono mengaku pernah menyerahkan Rp 825 juta ke Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan Dan Pelatihan (BKPP), Susantoso untuk diberikan kepada MKP. Ia mengingat pernah juga menyetor Rp 500 juta yang dititipkan melalui ajudan pribadi MKP, Lutfi Arid Nuttaqin.
“Uang-uang itu dari tabungan pribadi. Saya terpaksa (menyetor upeti) karena takut dinonjobkan,” ungkapnya.
Tetapi MKP dalam sidang eksepsi sebelumnya sudah menyangkal tuduhan menjadikan Nurhono sebagai ‘sapi perah’. MKP melalui kuasa hukumnya menyebutkan, saksi Nurhono hanya empat kali memberikan setoran selama menjabat Kepala DPMPTSP.
Lebih lanjut, MKP mengakui pernah meminta setoran dari Nurhono dan sejumlah kepala dinas yang sifatnya hanya insidentil, bukan setoran rutin.
“Terdakwa (MKP) meminta sumbangsih dari dinas-dinas untuk kegiatan yang sifatnya insidentil seperti saat hari jadi Pemkab Mojokerto,” ujar kuasa hukum MKP.
Saksi lainnya, Kepala Satpol PP Pemkab Mojokerto, Suharsono membenarkan jika penyegelan milik PT Profesiona Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) dan PT Tower Bersama Infrastructure (TGB) atas instruksi Bupati MKP saat itu.
Penyegelan dilakukan dengan dalih belum mengantongi perizinan. Kesaksian ini senada dengan dakwaan jaksa bahwa penyegalan hanya alasan untuk mengundang gratifikasi dan suap dari PT Protelindo dan TGB. (Baca: kuasa hukum mkp dan jaksa siap adu bukti).
Suharsono menjelaskan, ada 19 unit tower dari toal 22 tower milik dua perusahaan telekomunikasi tersebut di Mojokerto yang disegel Pemkab. Dari jumlah itu, 15 unit sudah berdiri.
”Yang empat sedang dibangun,” ujarnya.
Adapun anak buah MKP yang dipercaya menerima duit fee total itu adalah Nano Santoso Hudiarto alias Nono. Dari fee yang dijanjikan total Rp 4,4 miliar, MKP baru menerima Rp 2,74 miliar dari kedua perusahaan melalui perantara masing-masing Ahmad Suhami dan Subhan (Wakil Bupati Malang periode 2010-2015) dari PT Protelindo dan Nabiel Titawano, Agus Suharyanto, dan Moh Ali Kuncoro sebagai orang kepercayaan PT TGB.
Dalam perkara ini, MKP diancam pidana Pasal 12 huruf (a) dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tetang Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain MKP, KPK juga menjerat kepala Divisi Perizinan PT Tower Bersama, Ockyanto dan Direktur PT Protelindo Onggo Wijaya sebagai tersangka pemberi suap. (bam/im)