IM.com – Semakin pesatnya pertumbuhan industri di Jawa Timur, membuat kualitas dan kuantitas air bersih daerah aliran sungai (DAS) Brantas kian turun. Kondisi itu mendapat perhatian serius dari United Nations Industrial Development (UNIDO).
Perhatian yang dilakukan Organisasi Perkembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini mengajak unsur perusahaan swasta pengguna air bersih DAS Brantas, LSM, BUMN dan BUMD, KLHK, Pemprov Jatim, serta Pemkab Mojokerto untuk menggagas restorasi kawasan hulu Sungai Brantas di lereng Gunung Welirang, Kabupaten Mojokerto.
Menurut Staf Perwakilan UNIDO di Indonesia, Rene van Berkel restorasi sangat diperlukan karena selama ini air bersih di DAS Brantas yang berhulu di lereng utara Gunung Welirang sebagian besar dimanfaatkan untuk industri dan kebutuhan rumah tangga.
Kata Berkel penggunaan air, ketersediaan air dan polusi sudah terlihat kondisi DAS Brantas memerlukan solusi,” kata Berkel di sela loka karya di salah satu hotel di Kota Batu, Selasa (4/10/2016).
“Program ini yang pertama kali di Asia dan Indonesia. DAS Brantas sendiri digunakan bersama pengusaha dan masyarakat, maka perlu menyamakan visi dan mencari solusi bersama apa yang terjadi di daerah tangkapan air. Akan dirumuskan 12 solusi bersama,” ujarnya.
Kabid Pemantauan dan Pemulihan Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Mojokerto, Soemarno menjelaskan, salah satu sub DAS Brantas yang perlu mendapatkan perhatian adalah Sungai Cumpleng.
Menurut dia, terjadi beragam persoalan di sungai yang berhulu dari Gunung Welirang itu.
“Terjadi penurunan debit akibat matinya sumber mata air, berkurangnya tutupan lahan, banjir, penjualan air secara ilegal, hingga aktivitas penambangan galian C ilegal,”terangnya.
Sementara Kasubbag Tatat Usaha UPT Tahura R Soerjo, Agustina Tangkeallo menuturkan, terdapat 69 mata air di lereng utara Gunung Welirang yang mengalir ke DAS Brantas. Sementara daerah tangkapan air sendiri mencapai luasan 5.111 hektare.
Menurut dia, buruknya kualitas air di DAS Brantas salah satunya akibat rusaknya daerah tangkapan air yang membuat sedimen terbawa ke aliran sungai. Oleh sebab itu, masih diperlukan upaya pengkayaan tanaman di kawasan tersebut.
“Harus tetap jalan pengkayaan tanaman, apalagi kalau terjadi kebakaran. Kalau kebutuhan pengkayaan tanaman sesuai juknis Kementerian Lingkungan Hidup, butuh 600 batang per hektare, tinggal menambah saja untuk yang keropos,” tandasnya.
Upaya restorasi kawasan hulu DAS Brantas disambut baik kalangan swasta. Salah satunya PT Multi Bintang Indonesia (MBI). Sebagai salah satu perusahaan minuman yang menyedot 200.000 meter kubik air bersih tiap tahunnya, mereka berkomitmen untuk melestarikan air di kawasan hulu.
“Kami akan mengurangi konsumsi air dari 4 liter air per satu liter minuman, menjadi 3 liter air per satu liter produk, target kami 2020. Selain itu juga menjaga limbah tak mencemari DAS Brantas,” cetus Direktur Rantai Pemasukan Produksi PT MBI, Chew Boon He pada kesempatan yang sama.
Chew berharap, workshop selama 3 hari ini menelurkan 12 rumusan solusi untuk mengatasi persoalan turunnya kualitas dan kuantitas air bersih DAS Brantas. “Dari 12 aksi yang dirumuskan bersama, akan dilihat program-program yang mungkin bisa mendapatkan funding (pendanaan) dari UNIDO,” pungkasnya. (bud/uyo)