IM.com – Aktifitas normalisasi sungai Candilimo di Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto diprotes warga desa setempat dan sekitarnya. Bahkan menuding normalisasi sungai hanya dijadikan kedok. Mereka menuntut aktifitas mengeruk batu sungai dihentikan.
Aksi protes menuntut penghentian aktifitas pengerukan batu di sungai Candilimo dilakukan ratusan warga Desa Sumberagung, Baureno, dan Dinoyo, Sabtu (7/1-2017). Mereka melakukan aksi di tanggul lokasi proyek normalisasi sejak pukul 10.00 WIB.
Dengan pengeras suara, warga berorasi sembari membentangkan poster berisi tuntutan di bawah penjagaan puluhan anggota polisi dan TNI. Warga menuding proyek pemerintah itu hanya untuk mengeruk bebatuan yang dijual ke perusahaan Bupati Mustofa Kamal Pasa.
Kekesalan warga makin memuncak melihat masih ada aktifitas sebuah alat berat dan sejumlah truk yang sedang mengeruk batu di sungai di lokasi proyek yang terletak di sisi barat Bendungan Candilimo.
Warga lantas meminta truk dan alat berat meninggalian lokasi. Para pemuda desa terpaksa menyegel ekskavator lantaran operator alat berat itu kabur melihat aksi warga. “Kami menuntut penghentian penggalian batu yang berkedok normalisasi sungai,” kata Koordinator Aksi, Muhammad Samsul Bahri kepada wartawan di lokasi.
Pria yang juga anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sumberagung ini menjelaskan, proyek normalisasi Irigasi Candilimo dikerjakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PU Pengairan Kecamatan Jatirejo sejak dua bulan yang lalu.
Namun, dalam prosesnya, pengerukan dengan alat berat juga mengenai tanah warga dan tanah kas desa (TKD) Sumberagung. “Ada banyak tanah warga yang terkena proyek ini. Ada yang tanah warga di bagian sungai ada yang hak milik, termasuk TKD. Yang hak milik hanya dikasih ganti rugi tanaman,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut Samsul, proyek normalisasi tersebut tak ubahnya bisnis tambang galian C yang dijalankan pemerintah. Pasalnya, UPT Dinas PU Pengairan Kecamatan Jatirejo ternyata menjual bebatuan yang dikeruk dari sungai ke perusahaan pemecah batu. Padahal sebagian meterial tersebut dikeruk dari tanah warga Sumberagung.
“Batunya dikirim ke PT Musika milik Bupati (Mustofa Kamal Pasa). Salah satu syarat normalisasi adalah rekom dari bupati untuk mengatasi banjir. Kali Pikatan (irigasi di lokasi lain) sampai saat ini kondisinya sempit, tidak pernah dinormalisasi karena tidak ada batunya, makanya dibiarkan,” terangnya.
Jika pemerintah masih melanjutkan proyek tersebut, tambah Samsul, warga mengancam akan melakukan aksi serupa. “Kalau tetap dilanjutkan (normalisasi), kami akan kembali lagi aksi, karena ini masalah aturan,” tegasnya. (bud/uyo)