“Ayo adik-adik yang membawa kitab iqro segera dikeluarkan,” lontar pemuda asal Dusun Miru, Desa Banyu Urip, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik itu kepada para santrinya.
IM.com – Panggilan hati, itu yang membuat Fuad Amanulloh (24) meluangkan waktu mengajar membaca Alquran anak-anak di eks lokalisasi Balongcangkring, Kota Mojokerto. Selama empat tahun, Fuad yang kini menjadi jurnalis sebuah radio di Mojokerto harus menghadapi kenakalan anak-anak tanpa pamrih demi syiar ajaran Islam.
Jarum jam baru menunjuk pukul 16.00 WIB, Fuad nampak tergopoh turun dari sepeda motor di halaman Masjid Ad Darojah, eks lokalisasi Balongcangkring, Kelurahan Mentikan, Kecamatan Prajurit Kulon, Kamis (1/6/2017).
Dengan lincah tangannya menyambar jas dan peci dari dalam jok sepeda motornya. Dia berjalan cepat ke masjid sembari membalutkan jas warna biru menutup kemeja lengan panjang motif kotak-kotak miliknya, sekaligus menyematkan peci hitam ke kepalanya.
Bukan keterlambatan yang membuat Fuad terburu-buru karena jam mengaji memang dimulai pukul 16.00 WIB, tapi sore ini puluhan anak telah menantinya di teras masjid. Ya, anak-anak berbagai umur itu nampak bersemangat menanti kedatangan ustaz mereka. Tempat sempit di emperan masjid itu lah yang bernama Taman Pendidikan Alquran (TPQ) Ad Darojah.
Tak hanya tempat mengajinya yang kurang layak karena anak-anak harus berdesakan, masjid di eks lokalisasi Baloncangkring ini lebih tepat jika disebut musala. Ukurannya kecil dan sederhana tak seperti masjid pada umumnya. Namun, apa boleh buat, keberadaan masjid ini setidaknya wujud asa ajaran Islam akan tumbuh di bekas tempat prostitusi ini.
“Ayo adik-adik yang membawa kitab iqro segera dikeluarkan,” lontar pemuda asal Dusun Miru, Desa Banyu Urip, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik itu kepada para santrinya.
Suara Fuad sontak meredam keriuhan anak-anak yang asyik bermain sendiri dengan temannya. Namun, sejurus kemudian keributan kembali terjadi. Mereka saling berebut menjadi yang pertama diajar oleh sang ustaz. Namun, dengan suara lembut, Fuad meminta anak didiknya agar tertib bergantian. Di tempat ini, dia mengajar cara membaca Alquran mulai iqro jilid 1-6 dan ajaran Islam lainnya, seperti rukun iman dan rukun Islam.
“Latarbelakang anak-anak di sini macam-macam, ada anak jalanan, karakter mereka berbeda dengan anak-anak di lingkungan lain. Cenderung kasar dan urakan,” kata Fuad kepada wartawan usai mengajar.
Menurut dia, TPQ Ad Darojah saat ini mempunyai 160 santri. Hanya saja, sekitar 80-90 anak yang rajin mengaji setiap sore. Anak-anak itu tinggal di lingkungan Balongcangkring, Kelurahan Pulorejo dan Lingkungan Cakarayam Baru, Kelurahan Mentikan. Kedua lingkungan ini setahun yang lalu merupakan lokalisasi nomor wahid di Mojokerto. Sebelum akhirnya ditutup pemerintah 29 Mei 2016.
Lahir dan tumbuh di lingkungan lokalisasi, tentunya mempengaruhi karakter anak-anak Balongcangkring. Itu menjadi tantangan utama Fuad dan beberapa rekannya untuk menanamkan ajaran Islam sejak dini. Setidaknya mengajarkan akhlaqul karimah atau berperilaku baik layaknya umat muslim.
“Senjatanya hanya kesabaran, tak boleh dengan kekerasan, kalau pakai kekerasan mereka justru akan melawan. Seperti ketika menerangkan jangan harap mereka diam, memang sulit mengarahkan mereka 100 persen, perlu ketelatenan,” ujar Fuad.
Kondisi seperti itu dihadapi Fuad sejak empat tahun yang lalu. Selama itu, dia mengaku tak pernah menerima upah atas jerih payah dan ilmu yang dia keluarkan. Sumbangan dari donatur, justru dia gunakan untuk membeli kitab-kitab yang dibutuhkan para santrinya. Karena bagi Fuad, bisa mengamalkan ilmu yang dia miliki merupakan kepuasan batin yang tak ternilai. Itu sesuai dengan cita-citanya selama ini, menjadi guru.
“Saya ingin anak-anak di sini mendapatkan pendidikan yang setara, khususnya pendidikan agama meski mereka tinggal di eks lokalisasi. Supaya mereka belajar agama karena penanaman nilai-nilai agama di sini sangat kurang, khususnya akhlaqul karimah,” ungkapnya.
Di samping karakter anak-anak, membagi waktu di tengah kesibukannya sebagai wartawan di salah satu stasiun radio di Kota Mojokerto, juga menjadi tantangan bagi Fuad. Bagaimana tidak, dia terpaksa kerap mengabaikan kewajibannya menyelesaikan tugas membuat berita di kantor pada sore hari. Karena berbenturan dengan jam mengajar di TPQ.
Belum lagi benturan dengan jam kuliah Senin-Kamis yang juga sore. Tak ayal studi Pendidikan Agama Islam di STIT Raden Wijaya yang dia jalani molor hingga semester 14.”Alhamdulillah bos saya di radio memberi kelonggaran kepada saya untuk mengajar di TPQ,” cetusnya.
Cara mengajar ustaz Fuad ternyata disukai anak-anak di eks lokalisasi Balongcangring. Seperti yang dikatakan Jonatan Fernando (11), santri jilid 5 yang sudah lima tahun menimba ilmu di TPQ Ad Darojah. “Ustad Fuad orangnya penyabar, kalau salah tak pernah dimarahi, malah diajari pelan-pelan sampai bisa,” tuturnya.
Hal senada dikatan Fanu Romadhon (11), santri lainnya. Dia berharap ustaz Fuad terus mengajarinya membaca Alquran sampai khatam. “Saya baru iqro jilid 3, saya ingin bisa lancar membaca Alquran,” harapnya. (kus/uyo)