Sekelompk warga yang menamakan diri Forum Komunikasi warga Dolly (Forkaji) bersama GP Ansor Surabaya menolak gugatan class action dan tuntutan ganti rugi Rp 270 miliar kepada pemkot yang dilayangkan kelompok warga lain di PN Surabaya.

IM.com – Warga Gang Dolly-Jarak, Surabaya bergolak. Kali ini, kelompok warga yang lain bersama massa GP Ansor  Surabaya menggelar unjuk rasa menolak gugatan class action yang dilayangkan sejumlah orang terhadap Pemkot Surabaya.

Unjuk rasa warga eks lokalisasi Dolly dan pengurus GP Ansor digelar di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis (30/8/2018). Aksi ini untum menghadang gerakan sekelompok warga Dolly-Jarak lain yang mengajukan gugatan class action dan menuntut ganti rugi Rp 270 miliar ke Pemkot Surabaya.

“Kami menolak gugatan itu. Mereka hanya mengaku-ngaku dan bukan warga eks lokalisasi Dolly,” kata perwakilan Karang Taruna Putat Jaya, Kurnia Cahyanto, Kamis (30/8/2018).

Mereka menentang gugatan tersebut, termasuk tuntutan ganti rugi Rp 270 miliar serta desakan diperbolehkannya rumah karaoke di kawasan Dolly. Menurut Kurnia, gugatan class action yang ditujukan ke Pemkot Surabaya sebesar Rp 270 miliar hanya untuk kepentingan segelintir warga.

“Uang itu buat siapa? Hanya untuk memenuhi perut atau kepentingan segelintir orang saja,” imbuhnya.

Kurnia membantah warga gang Dolly dan Jarak sekarang mengalami kesulitan ekonomi akibat penutupan lokalisasi yang berdiri sejak era kolonial itu. “Kalau mereka ngomong tidak ada peningkatan ekonomi, itu bohong,” cetusnya.

Ia mengungkapkan, perekonomian warga sekarang bahkan mulai meningkat dengan adanya sentra batik dan sepatu yang diciptakan Pemkot pasca penutupan lokalisasi Dolly. Bahkan usaha kecil dan menengah (UKM) warga untuk produksi sepatu dan batik terus kebanjiran pesanan.

“Bahkan kami kewalahan memenuhi pesanan misalnya sandal untuk 20 hotel setiap harinya. Kami malah kekurangan tenaga kerja,” katanya.

Kurnia mengatakan warga sudah merasa nyaman sejak lokalisasi tersebut ditutup. Mereka juga bisa melakukan kegiatan keagaaman seperti Banjari (membaca salawat dengan diiringi alat musik terbang) dengan leluasa.

“Dulu kalau mau mengadakan kegiatan Banjari harus keluar kampung dulu, tetapi sekarang tidak. Malahan kegiatan Banjari bisa terjadwal dengan teratur. Sekarang tidur bisa jam 11 maksimal, terus besoknya bangun langsung kerja” ujarnya.

Dalam aksi ini, warga pun membawa sejumlah sandal dan kain batik, sebagai produk UKM setempat. Hal ini untuk menunjukkan warga Dolly-Jarak benar-benar sudah produktif dan menghasilkan uang dari usaha sendiri.

Sebelumnya pada Senin (27/8/2018) lalu, sekelompok orang mengatasnamakan warga Jarak-Dolly menggelar aksi unjuk rasa di depan PN Surabaya. Unjuk rasa ini untuk mendukung gugatan class action yang hari itu mulai persidangan perdana.

Gugatan dan tuntutan ganti rugi Rp 270 miliar kepada Pemkot Surabaya ini dilayangkan oleh kelompok mereka sendiri. (Baca: Warga Dolly-Jarak Gugat Pemkot, Tuntut Ganti Rugi Rp 270 M). (ine/im)

305

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini