IM.com – Eksekusi mati buruh migran Indonesia, Tuti Tursilawati, oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan sebelumnya ke pemerintah RI pada Senin (29/10/2018) menuai protes keras dari berbagai kalangan. Pemerintah Arab Saudi dinilai telah mengabaikan permintaan Jokowi untuk melindungi buruh migran Indonesia.
Migrant Care meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan langkah diplomasi untuk memprotes Arab Saudi terkait eksekusi mati terhadap buruh migran asal Majalengka, Tuti Tursilawati, tanpa pemberitahuan resmi.
“Migrant Care mengingatkan kepada Presiden Jokowi untuk benar-benar serius merespons situasi seperti ini,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo dalam siaran tertulisnya, Selasa (30/10/2018).
Sebelumnya, Presiden Jokowi memang telah meminta pemerintah Arab Saudi agar memberi perlindungan lebih kepada para buruh migran asal Indonesia. Permintaan itu disampaikan Jokowi saat bertemu Menteri Luar Negeri Saudi Arabia.
Wahyu Susilo, Tuti mengatakan, memang ada upaya untuk memperjuangkan Tuti agar tidak sampai dihukum mati. Namun saat upaya hukum dan diplomasi sedang dilakukan pemerintah, Arab Saudi tiba-tiba mengeksekusi mati TKI asal Majalangka itu tanpa pemberitahuan.
Tuti Tursilawati mulai bekerja sebagai penjaga lansia pada sebuah keluarga di Kota Thaif di Arab Saudi pada 2009. Tuti. Di sana, ia bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar 6 bulan.
Berdasarkan laman Serikat Buruh Migran Indonesia, Tuti ditangkap kepolisian Arab Saudi pada 12 Mei 2010 atas tuduhan membunuh ayah majikannya, Suud Mulhaq Al Utaibi. Tuti ditangkap sehari setelah kejadian pembunuhan.
Setelah membunuh korban, Tuti Tursilawati kabur ke Mekkah dengan membawa perhiasan dan uang 31.500 riyal Arab Saudi milik majikannya. Dalam perjalanannya ke Mekkah, Tuti diperkosa 9 pemuda Arab Saudi. Mereka juga mengambil perhiasan dan uang yang dibawa Tuti. Sembilan pemuda tersebut telah ditangkap dan dihukum sesuai ketentuan hukum Arab Saudi.
Sejak ditangkap dan ditahan pihak kepolisian, Konsulat Jenderal RI Jeddah melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas, memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di kepolisian. Kemudian, Said Barawwas juga mendampingi proses investigasi lanjutan di Badan Investigasi.
Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui pembunuhan ayah majikannya. Ia beralasan sering mendapatkan pelecehan seksual dan kekerasan. Apa yang dilakukannya adalah pembelaan diri.
Permohonan peninjauan kembali terhadap kasus Tuti sempat dikabulkan oleh pengadilan di Arab Saudi. Hal ini ditindaklanjuti pemerintah dengan mengupayakan pembebasan.
Tapi tiba-tiba, kabar duka datang dari arab Saudi menyebutkan bahwa Tuti sudah dieksekusi mati. “Innalillah, duka mendalam untukmu Tuti Tursilawati.” Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah dalam akun Facebooknya, hari ini.
Dari penjelasan yang diterima pihak keluarga, tindakan pembunuhan yang dilakukan Tuti kepada majikannya merupakan upaya pembelaan diri. Tuti sering mendapat tindakan kekerasan, termasuk ancaman pemerkosaan.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal, menjelaskan kendati ada aturan seperti itu di Kerajaan Arab Saudi, namun Indonesia persisten membantu menciptakan momentum perubahan di Arab Saudi.
Alhasil, dalam dua eksekusi mati terakhir, Arab Saudi menyampaikan konfirmasi atau notifikasi resmi kepada KBRI, walau sehari setelah eksekusi dilakukan. Dalam tiga kali eksekusi mati sebelumnya, Arab Saudi tidak pernah menotifikasi resmi mengenai telah dilakukannya eksekusi.
“Ini tidak mudah memang dan ketika perilaku sudah menjadi budaya, pasti butuh waktu,” kata Iqbal.
Eksekusi mati yang dialami Tuti Tursilawati menambah daftar buruh migran yang dieksekusi mati pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah Indonesia. Mereka antara lain Yanti Irianti, Ruyati, Siti Zaenab, dan Karni. (tep/im)