IM.com – Penyebaran penyakit Tuberculosis (TBC) di Jawa Timur menduduki peringka kedua tertinggi di tanah air setelah Jawa Barat. Cepatnya penularan penyakit TB di Jatim, khususnya Kota Mojokerto akibat kurangnya kesadaran masyarakat (penderita) terhadap gejala penyakit tersebut serta jalan penularannya yang sangat mudah.
Kepala SSR TB Aisyiyah Kota Mojokerto, Tatik Lutfiati mengatakan, penyakit TBC sangat mudah menular karena penularannya melalui udara. Satu pasien TB berpotensi menularkan beberapa orang lainnya, kalau tidak ditangani serius dikhawatirkan akan semakin menyebar.
“Mirisnya, masih banyak masyarakat yang enggan melakukan pemeriksaan,” kata Tatik di Mojokerto, Senin (5/11/2018).
Tatik mengungkapkan, TB di Jawa timur menduduki peringkat kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Dari jumlah penderita TB di Jatim, 20 % dari antaranya masih usia anak-anak.
“Artinya masih banyak penderita TB dewasa di sekitar TB anak yang harus ditemukan dan ditangani serta diobati sampai sembuh,” ungkapnya.
Berkaca pada data itu, Tatik menyebut, penanggunglangan masalah ini menjadi tanggungjawab bersama. Ia berharap, seluruh elemen masyarakat mau berperan aktif, pasif dan masif menanggulangi penularan openyakit TB, salah satunya dengan gerakan TOSS TB ( temukan TBC,Obati Sampai Sembuh).
SSR TB Aisyiyah menemukan, penyebaran penyakit TB di Kota Mojokerto banyak ditemukan di lingkungan kumuh, miskin, terbelakang (kumistebal). Kebanyakan penderita TB tinggal di area tersebut.
Menurut Tatik, penularan TB lebih mudah dan cepat di lingkungan Kumistebal lantaran masyarakat di kawasan itu belum membiasakan hdup bersih dan sehat. “Yang jadi tambah masalah, banyak di antara mereka yang enggan diperiksa meski sudah suspect TB,” ujarnya.
Karena itu, dukungan dari masyarakat serta pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan kawasan pemukiman yang bersih dan sehat. Menurut Tatik, pencegahan dan penanggulangan masalah TB, terutama di lingkungan kumistebal tidak cukup hanya dilakukan dinkes.
“Harus ada kerjasama saling mendukung antara instansi lain yang menaungi masalah kebersihan lingkungan dan pemukiman,” tegasnya.
Tatik melanjutkan, sebenarnya sudah ada beberapa Tim Peduli TB di Kota Mojokerto yang dibina oleh puskesmas. Tim ini beranggotakan masyarakat, toga tomas, pasien dan mantan pasien TB, Kader TB dan kader motivator.
Tetapi kerja tim ini belum banyak menjangkau secara maksimal dan bergerak secara optimal karena keterbatasan SDM. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Mojokerto pada tahun 2017, jumlah target jangkauan insiden TB sebanyak 440. Dari jumlah itu, Dinkes baru mencapai target 277 insiden, 72 diantaranya adalah TB Anak.
“Kami, SSR TB Care Aisyiyah mulai membangun jejaring dengan tim kecil binaan puskesmas ini, seperti Paguyuban Gema Pitu yang dibentuk Puskesmas Gedongan dan paguyuban masyarakat peduli TB yang dibentuk Puskesmas Mentikan dan Kedundung,” ujar Tatik.
Sementara untuk penguatan organisasi, Community TB Care Aisyiyah Kota Mojokerto juga menggelar pelatihan Capacity Building of CSO Advocacy Skill and Fundrising selama tiga hari. Pelatihan ini bertujuan untuk penguatan tim dalam penjangkaun pasien TB juga melakukan advokasi dalam membantu pemerintah dalam penanggulangan TB di Kota Mojokerto.
Dalam pelatihan yang melibatkan praktisi media, Zacky Arisal, Ketua dan Anggota Komisi III, Suliyat dan Anang serta tim dari Bappeko Mojokerto diharapkan bisa menemukan formula yang efektif untuk pencegahan TB. Baik melalui program internal TB Care maupun melalui dukungan kebijakan pemerintah.
“Tujuan pelatihan ini, untuk meningkatkan pemahaman terkait advokasi dan strateginya. Agar tim peduli TB lebih memahami bagaimana cara melakukan pendampingan baik terhadap pasien TB maupun upaya membantu pemerintah dalam penanggulangan TB di Mojokerto,” demikian Tatik. (im)