IM.com – Potensi pedesaan yang kemungkinan besar membawa dampak positif bagi warganya, terutama kesejahteraan, menjadi sorotan khusus saat pelaksanaan TMMD di Desa Blimbing dan Jugo, Kecamatan Mojo. Khusus di Desa Jugo, ternak sapi perah telah menghidupi puluhan kepala keluarga, bahkan ada yang berhasil sukses dari hasil penjualan susu sapi perahnya.
Tim ekspedisi Gunung Wilis, Penrem 082 berusaha mengorek keterangan dari Juwitno, warga RT 09 RW 03 Desa Jugo, diketahui memiliki 9 ekor sapi yang ada dibelakang rumahnya. Dari ke-9 sapi yang dimilikinya, hanya 6 ekor sapi saja yang menghasilkan susu. Dalam sehari, Juwitno mengaku tiap ekor sapi hanya mampu menghasilkan 8 liter hingga 11 liter.
Padahal, ia sangat berharap sapinya bisa memproduksi susu 12 liter hingga 15 liter. Kendati hanya memperoleh hasil dibawah keinginannya, ia menyadari akan jenis sapi perah yang saat ini mencukupi kebutuhan rumah tangganya sehari-hari.
Harga jual beli susu, saat ini harga tertinggi terpatok Rp 5.200 liter dan terendah Rp 4.800 liter. Penjualan, ia Juwitno mempercayakannya kepada IPS (Industri Pengolahan Susu) di Kediri.
Kalau dikalkulasikan, hasil susu dalam sehari tertinggi yang diperolehnya bisa mencapai Rp 51.000,- per satu ekor sapi, sedangkan hasil terendah mencapai Rp 49.000,- per satu ekor sapi. Bila dihitung secara keseluruhan sapi yang dimilikinya, rata-rata dalam sehari Juwitno bisa meraup hasil tertinggi sebesar Rp 298.000,- dan terendah sebesar Rp 292.000,-. Hasil yang variatif ini tidak lepas dari kualitas atau kuantitas dari susu yang dijual Juwitno.
Berkat susu sapi perah yang dimilikinya, Juwitno sukses menyekolahkan ketiga anaknya ke jenjang pendidikan tertinggi, 2 anaknya masih berstatus kuliah dan 1 anaknya lagi sudah bekerja di lampung. Bahkan dibulan agustus tahun 2016 silam, ia melakukan renovasi besar-besaran terhadap rumah yang dimiliki sejak ia bujangan, menikah hingga memiliki anak.
Tidak hanya itu saja, 1 unit sepeda motor keluaran bulan Desember tahun 2017 berhasil keluar dari salah satu dealer di Kediri. Kendati berstatus kredit, Juwitno mampu membayar cicilan tiap bulannya.
Juwitno sempat mengeluh akibat musim kemarau yang cukup panjang, akibatnya rumput gajah sulit didapat di hutan, lantaran banyak yang kering. Untuk memenuhi kebutuhan rumput gajah, ia terpaksa membeli rumput gajah dari orang lain, yang kebetulan memang membudidayakan rumput gajah di aeral pertaniannya. Otomatis, ketika ia terpaksa membeli rumput gajah dari orang lain, ia harus merogoh koceknya lebih dalam dibanding bila ia memperoleh rumput gajah secara cuma-cuma di hutan.
Potensi di desa ini, khususnya susu sapi perah cukup menjanjikan bahkan menjadi favorit bagi sebagian warga desa yang terletak dekat puncak Gunung Wilis ini. Ia optimis, bila musim hujan tiba, kondisi keuangannya akan berubah drastis, seiring tumbuh segarnya rumput di perbukitan Gunung Wilis. (rem/uyo)