Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Barung Mangera dalam jumpa pers terkait kasus money politic di tiga daerah yang berhasil dibongkar polisi.

IM.com – Polda Jawa Timur mengungkap praktik politik uang (money politic) di tiga daerah dengan barang bukti uang senilai total Rp 1,3 miliar. Kasus tersebut kini ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Tiga daerah yang terjadi praktik money politic berhasil dibongkar Polda yakni Kabupaten Lamongan dengan barang bukti terbesar Rp 1 miliar, Kabupaten Ponorogo Rp 66 juta dan Kota Surabaya Rp 259 juta.

“Sekarang masih dimintai keterangan oleh Bawaslu terkait kasus temuan mobil yang membawa sejumlah uang,” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera saat di Balai Wartawan Polda Jatim, Selasa 16 April 2019.

Bawaslu Jatim menyebutkan, duit Rp 1 miliar yang diamankan polisi di Kabupaten Lamongan disita dari oknum pengurus partai politik, Senin malam.

“Kepolisian mendapati beberapa orang yang kemudian kedapatan membawa uang dengan jumlah yang cukup lumayan, orang partai,” kata Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jatim Aang Kunaifi , Selasa (16/4/2019).

Petugas dari unsur Bawaslu, KPU, Polisi, dan Kejaksaan di masing-masing kabupaten/kota yang tergabung dalam Gakkumdu yang kasus tindak pidana pemilu ini.

“Ada dugaan pelanggaran money politics, dan kami instruksikan pada jajaran Bawaslu Kabupaten Lamongan, Kota Surabaya, dan Kabupaten Ponorogo. Sedang kami dalami, mungkin uang itu terkait untuk dana saksi dan semacamnya,” kata Ketua Bawaslu Jatim, Mohammad Amin, Selasa (16/4/2019).

Amin berharap terbongkarnya money politic di tiga daerah tersebut bisa menjadi pembelajaran bagi daerah lain agar tidak mencontoh tindak pelanggaran tersebut. Ia mengingatkan agar tidak ada lagi peserta Pemilu 2019 yang bermain politik uang menjelang hari-H pemungutan suara Pemilihan Umum 2019 Rabu besok (17/4/2019).

“Cuman, kami pastikan kepada jajaran bawaslu di kabupaten/kota, kalau betul itu money politics harus ditindaklanjuti ke gakkumdu,” ujarnya.

Sementara secara nasional, Bawaslu RI berhasil menungkap 25 kasus praktik money politic. Pelanggaran itu dibongkar dalam patroli pencegahan dan pengawasan praktik politik uang, terutama selama masa tenang, 14-16 April 2019.

“Sampai hari ini, total tada 25 kasus di 25 kabupaten/kota yang tertangkap tangan. Kasus-kasus tersebut tersebar di 13 provinsi seluruh Indonesia,” kata Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja, Selasa (16/4/2019).

Provinsi dengan tangkapan terbanyak adalah Jawa Barat dan Sumatera Utara, sebanyak lima kasus. Penangkapan dilakukan atas koordinasi Pengawas Pemilu dengan aparat Kepolisian.

Setiap Pengawas Pemilu akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan mengumpulkan bukti dan mengklarifikasi setiap pihak yang diduga terlibat dan menyaksikan.

“Barang bukti yang ditemukan beragam jenisnya, mulai dari uang, deterjen, hingga sembako. Temuan uang paling banyak didapat di Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah uang Rp190 juta,” papar Bagja.

Lokasi praktik politik uang yang ditemukan di antaranya di rumah penduduk dan di tempat keramaian seperti di pusat perbelanjaan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 278 ayat (2), selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih.

Imbalan atau janji itu termasuk supaya tidak menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan calon, memilih partai politik peserta pemilu tertentu, memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD, atau memilih calon anggota DPD tertentu.

Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 523 ayat (2), yaitu setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung atau pun tidak langsung, bisa dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.

Sedangkan praktik politik yang dilakukan pada hari pemungutan suara, Pasal 523 ayat (3) mengatur setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. (pit/im)

33

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini