IM.com – Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur memperoleh temuan baru di hari kedua kegiatan ekskavasi (survei penyelamatan) situs Majapahit di Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang. Petugas ekskavasi BPCB menemukan pancuran air berbentuk kepala naga di sumber air bawah.
Batu berbentuk kepala naga yang disebut jaladwara atau pancuran air itu ditemukan tertempel di salah satu struktur bata yang menjadi saluran sumber air bawah. Temuan ini dapat memperkuat dugaan situs kanal air berupa struktur batu bata kuno tersebut memang bekas petirtaan (kolam pemandian) era Majapahit.
“Perkiraannya batu berbentuk kepala naga di situs ini lebih dari satu,” kata Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho.
Dwi mengatakan, petugas juga menemukan ukuran panjang struktur bangunan diperkirakan mencapai 24 meter dan ukuran panjangnya masih diukur petugas. Temuan-temuan baru itu, kata Dwi, Semakin menguatkan jika petilasan ini adalah bentuk pentirtaan atau kolam pemandian era majapahit.
“Dari bentuk jaladwara berupa kepala naga ini menyerupai simbol air suci atau lebih tepatnya lokasi ini mirip tempat penyucian diri,” tuturnya
Survei penyelamatan situs ini diagendakan akan berlangsung sampai lima hari. Setelah itu, tim akan membuat laporan untuk rekomendasi penanganan selanjutnya. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, mulai melakukam survei penyelamatan arkeologi situs purbakala tersebut sejak Rabu (31/7/2019).
Situs sumber air bawah berupa struktur bata merah kuno membentuk saluran air itu ditemukan warga di dasar sendang Dusun Sumberbeji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang, sekitar sebulan lalu. Kanal kuno ini tersusun dari bata merah kuno dengan ketinggian mencapai dua meter, dengan bata merah kuno yang tersusun 35 lapis bata merah. Panjang struktur bangunan tersebut 14 meter yang membentang dari barat ke timur.
“Survei penyelamatan ini untuk mencari tahu seberapa besar potensi objek yang diduga cagar budaya yang ada di lokasi ini,” ujar Dwi Nugroho.
Sejumlah petugas memulai survei penyelamatan dengan mengukur lokasi penemuan situs dengan alat ukur theodholite. Selanjutnya, petugas membuat grid di lokasi yang luas lahannya mencapai 20 x 28 meter tersebut untuk pemetaan.
Grid tersebut dibuat dengan memasang tali membentuk kotak persegi di atas situs. Pemetaan lokasi juga dilakukan dengan menggunakan kamera drone.
“Lokasi kita buat grid-grid. Luasan per grid kita bagi 4×4 meter persegi sehingga bisa untuk dokumentasi, gambar untuk pemetaan lokasi,” papar Dwi. (im)