Sungai Ledeng yang kotor tertutup sampah di Dusun Sememi, Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Mojokerto, diduga tercemar limbah industri pengolahan usus.

IM.com – Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto dalam waktu dekat menerjunkan tim peneliti ke Sungai Ledeng yang terindikasi tercemar limbah home industry usus ayam di Dusun Sememi, Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari. Tim akan meneliti kandungan pencemaran dan dampaknya terhadap lingkungan serta kesehatan masyarakat.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mojokerto Didik Chusnul Yakin menyatakan pihaknya baru bisa turun tangan jika ada laporan mengenai pencemaran sungai. Didik mengaku baru mengetahui informasi indikasi pencemaran sungai di Dusun Sememi, Desa Modopuro itu dari media massa.

“Kalau tidak laporan ya ada yang menyampaikan. Berita di media massa ini juga bisa dianggap laporan. Kami akan menurunkan tim, secepatnya,” kata Didik ketika ditemui wartawan, Rabu (6/11/2019).

Menurut Didik, pengawasan dan pemeliharaan lingkungan sungai itu sesungguhnya ranah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Namun DLH memiliki kewenangan penindakan jika terjadi laporan pencemaran.

“Tapi kita belum bisa melakukan penindakan, harus melakukan pemeriksaan dulu ke lapangan. Nanti akan kita uji laboratorium pencemarannya seperti apa, sejauh mana bahayanya,” tutur mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto ini.

Sungai Ledeng di Dusun Sememi, Desa Modopuro, Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto tengah menjadi sorotan dan dikeluhkan warga sekitar. Ini menyusul aroma tidak sedap dan pencemaran sumber air yang dimanfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari.

Salah seorang warga memberi pengakuan yang bertolak belakang dengan pernyataan Kepala DLH Didik Chusnul Yakin yang harus menunggu laporan dulu untuk melakukan pemeriksaan sampai penindakan. Menurut warga, pencemaran Sungai Ledeng sudah dilaporkan ke perangkat desa dan Pemkab Mojokerto, namun belum ada langkah penanggulangan yang konkrit.

“Dulu pernah dilaporkan, bahkan sudah ada solusi dari kepolisian. Tapi nyatanya sampai saat ini tetap saja seperti ini,” kata salah seorang warga Desa Modopuro, Edi.

Edi mengungkapkan, pencemaran sungai Ledeng membawa dampak luas bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Bahkan akibat pencamaran itu, Edi menyebut, hasil panen petani di lahan persawahan sekitar sungai.

Hal ini lantaran air Sungai Ledeng yang biasanya digunakan petani untuk mengairi sawah mengakibatkan tanaman mereka banyak yang mati.

“Tanamannya mati kalau kena aliran air dari sungai ini. Hasil panen kami turun, biasanya bisa 1 ton, turun jadi hanya 7-8 kwintal,” kata Edi yang juga memiliki lahan sawah di sekitar Sungai Ledeng.

Warga lainnya, Sunari (69), mengatakan, pencemaran Sungai Ledeng sudah terjadi sejak puluhan industri rumahan penolahan usus berdiri di desanya, beberapa tahun lalu.

“Hampir seluruh rumah pemotongan ayam, ususnya dilempar ke sini (sungai),” ujar Sunari (69), warga setempat. Menurutnya, limbah pengolahan usus dibuang oleh warga dengan cara melewatkan dari saluran irigasi kecil menuju ke Sungai.

Sunari mengakui, air sumur milik warga sekitar sudah banyak yang tercemar. Akibatnya, warga terpaksa menggali lebih dalam sumurnya dan beberapa yang lain membeli air isi ulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Biasanya kedalaman sumur antara 8 sampai 10 meter, sekarang harus di atas 12 meter dalamnya agar airnya tidak tercemar. Kami juga beli air isi ulang untuk masak dan minum, sehari satu galon,” ujarnya. (im)


87

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini