IM.com – Manajemen Gojek buka suara soal tuntutan driver Go-Car di Mojokerto mengenai kenaikan insentif. Pihak manajemen menegaskan, besaran insentif untuk mitra seluruh mitra Gojek Indonesia sudah diatur sesuai skema.
Regional Corporate Affairs Gojek wilayah Jatim dan Bali Nusra, Alfianto Domy Aji menyatakan, skema pemberian insentif tersebut selalu menyesuaikan dengan kondisi pasar. Menurutnya, model skema insentif tersebut merupakan solusi terbaik antara permintaan pelanggan dan ketersedian mitra Gojek.
“Jadi insentif merupakan apresiasi dari Gojek Indonesia kepada mitra, besarannya sesuai kinerja mereka berdasar jumlah poin. Ini adalah upaya kami dalam menjaga keberlangsungan ekosistem Gojek termasuk keberlangsungan pendapatan mitra secara jangka panjang,” terang Domy Aji melalui keterangan tertulis, Rabu (27/11/2019).
Domy menjelaskan, poin yang berhubungan dengan skema insentif merupakan bonus tambahan yang diberikan Gojek demi menjaga kualitas layanan. Ia menegaskan, upaya manajemen Gojek memberi kesejahteraan mitra tidak hanya terbatas pada tarif dan insentif.
“Sejak awal, Gojek telah memiliki ragam inisiatif yang menjadikan mitra driver kami terdepan dalam kualitas pelayanan sehingga terus menjadi pilihan pelanggan. Kami mempelopori pelatihan pengembangan skill dan pengetahuan (BBM), akses untuk pengelolaan keuangan (Gojek Swadaya), hingga pemutakhiran super-app mitra driver Gojek’, tegas Domy.
Walau demikian, pihaknya menghormati tuntutan para driver (mitra) Go-Car yang disampaikan dalam aksi unjuk rasa di Kantor Perwakilan Gojek Mojokerto, Selasa kemarin (26/11/2019). (Baca: Manajemen Gojek Dinilai Ingkar Janji, Driver Go-Car Tuntut Insentif Naik).
“Perlu kami sampaikan bahwa Gojek selalu membuka ruang diskusi dua arah antara mitra pengemudi dan manajemen secara berkala. Kami berikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan masukannya,” tuturnya. Hal ini, lanjut Domy, sangat penting untuk memastikan adanya inovasi berkelanjutan sehingga Gojek terus menjadi platform pilihan utama masyarakat.
Terpisah, pengamat Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Prof. Daniel M Rosyid mengatakan, jika driver menolak atau tidak sepakat dengan apa yang ditetapkan perusahaan, driver dapat menghentikan kerja sama.
“Memang model bisnis perusahaan IT begitu. Driver boleh menuntut, dan kalau tidak diindahkan, boleh berhenti bekerja sebagai driver,” ujar Daniel saat dihubungi, Rabu (27/11/2019).
Menurutnya, kemitraan tersebut hanya bisa berlanjut jika terdapat pembagian keuntungan dan biaya yang adil bagi kedua belah pihak. Jika tidak, perusahaan akan mati yang mengakibatkan kerugian bagi semua pihak, termasuk konsumen.
“Harus ada sharing of profit and cost yang adil. Kalau tidak, ya bisnis tadi akan mati cepat atau lambat,” ujarnya. (im)