IM.com – Upaya warga dan aktivis lingkungan untuk memberantas sampah popok yang mencemari sungai Brantas melalui jalur hukum, kandas. Ini setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menolak gugatan mereka terhadap pemangku kebijakan.
Gugatan tersebut dilayangkan dua warga yakni Mega Maya Kencana dan Riskandar Dermawanti. Sementara tiga pihak tergugat adalah Gubermur Jawa Timur, Menteri PUPR, Menteri KLHK, dan BBWS Brantas.
Penggugat menilai, ketiga pihak ini yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam memerangi sampah popok melalui kebijakan-kebijakan yang tegas. (Baca juga: Sampah Popok Capai 2,4 Juta per Hari, Ini Rencana Gubernur Jawa Timur).
Melalui kuasa hukumnya, pihak penggugat menyesalkan putusan majelis hakim yang menolak permohonan mereka.
“Majelis hakim hanya mempertimbangkan somasinya. Tapi mengabaikan isi gugatan dan petitumnya,” kata kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya.
Meski telah ditolak, pihak penggugat belum menyerah. Rusli menegaskan, segera berkoordinasi dengan kedua kliennya untuk mengajukan banding.
Argumen Rusli tadi diamini Brigade Evakuasi Popok (BEP) Ecoton yang menggelar aksi unjuk rasa di depan PN Surabaya saat sidang gugatan berlangsung, Selasa (10/12/2019). Aksi ini sebagai bentuk dukungan BEP kepada penggugat.
“Ada 98 persen air baku diambil dari Sungai Brantas. Ini yang membuat penting. Karena komposisi popok itu 45 persen adalah plastik. jika terpecah dan terurai di air, ini berpotensi mencemari ikan dan manusia yang mengonsumsinya,” cetus Aziz Koordinator Brigade Evakuasi Popok Aziz yang menggelar aksi dukungan di luar gedung PN Surabaya, Selasa (10/12/2019.
Aziz mengatakan, gugatan ini penting karena air Sungai Brantas adalah bahan baku air bagi PDAM di tiga kota, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Seharusnya, lanjut Aziz, majelis hakim mempertimbangkan petitum dan materi gugatannya yang sangat urgen. (Baca: Banjir Sampah Popok di Kali Surabaya di Mojokerto Cemari Sumber Air PDAM Tiga Daerah).
“Pencemaran sungai Brantas akibat sampah popok dan plastik sudah memprihatinkan. Tapi pemangku kebijakan kurang bertindak tegas, itu jelas-jelas menyalahi kewenangan,” tandasnya.
Humas PN Surabaya Sigit Sutriono mengatakan, alasan ditolaknya gugatan tersebut karena tidak memenuhi syarat. Menurutnya, pihak penggugat tidak menjelaskan secara rinci isi gugatannya.
“Di situ tidak disebutkan rinci (notiifikasinya). Salah satunya, permintaan tidak tertuang atau tidak disebutkan. Gugatan disebutkan, tapi notifikasinya tidak disebutkan,” kata Sigit usai persidangan.
Sigit menyarankan penggugat mengupayakan upaya hukum berupa banding. “Upaya hukum boleh kecuali gugatan praperadilan,” katanya. (im)