IM.com – Mantan Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto Didik Pancaning Argo mengembalikan uang korupsi Rp 1,03 miliar ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto. Angka itu sesuai dengan jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi normalisasi Sungai Landaian, Jatirejo dan Jurang Cetot, Gondang, tahun 2016-2017 silam.
Meski demikian, pengembalian uang tersebut tidak menghapus tindak pidana yang dilakukan Didik. Tindakan mengembalikan kerugian negara itu hanya bisa menjadi pertimbangan bagi majelis hakim dalam memutuskan perkara.
“Ada iktikad baik dari terdakwa mengembalikan uang kerugian negara Rp 1,03 miliar,” kata Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto, M Hari Wahyudi, Selasa (15/9/2020).
Didik Pancaning Argo selaku Kepala Dinas Pengairan pad atahun 2016-2017 mengerjakan proyek normalisasi Sungai Landaian dan Jurang Cetot tanpa izin dari Kementerian PUPR.
“Terdakwa telah melakukan tindak pidana dengan melakukan penggalian tanpa izin yang berwenang,” kata Hari.
Kasus ini kemudian ditangani Polda Jatim yang menetapkan Didik sebagai tersangka pada Desember 2019 lalu. Dia dijerat Pasal 2 ayat (1) Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kemudian pada 5 Agustus 2020, kepolisian melimpahkan berkas penyidikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan itu ke Kejari Kabupaten Mojokerto.
Dari hasil penyidikan terungkap, modus tindak pidana korupsi dalam proyek ini. Didik memerintahkan Faizal Arif dan Suripto untuk mengeruk bebatuan dari Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot. (Baca: Kadisperindag Kabupaten Mojokerto Ditahan, Begini Modus Korupsinya).
Dua orang yang berstatus saksi itu mendapat proyek dari Dinas PU Pengairan atas rekomendasi mantan atasan Didik yakni Bupati Mojokerto periode 2015-2018 Mustofa Kamal Pasa (MKP). Sesuai perintah Didi, mereka mengirim bebatuan ke CV Musika, perusahaan pemecah batu milik keluarga MKP.
Dari hasil penjualan bebatuan tersebut, Faizal menerima pembayaran Rp 533.153.250 dari CV Musika. Sedangkan Suripto menerima pembayaran Rp 496.982.745.
Berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), proyek normalisasi dua sungai menimbulkan kerugian negara senilai Rp 1.030.135.995. Kasus tersebut kini menyeret Didik ke meja hijau.
“Apakah (pengembalian uang kerugian negara) ini bisa menjadi pertimbangan untuk keringanan hukumannya nanti, tunggu hasil persidangan. Sekarang masih proses di Pengadilan Tipikor Surabaya,” tutur Kajari Kabupaten Mojokerto. (im)