Sumarmi, warga Dusun Karangdami, Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto memberikan klarifikasi melalui rekaman video amatir yang beredar di media sosial, Senin (28/9/2020).

IM.com – Polemik pembangunan rumah Sumarmi, warga Dusun Karangdami, Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto yang diisukan akan disulap menjadi tempat ibadah (gereja), menyita perhatian banyak pihak terkait. Serangkaian musyawarah dan mediasi dilakukan untuk mencari solusi terbaik pada Senin (28/9/2020).

Ada tiga kali pertemuan melibatkan beberapa pihak sepanjang Hari Senin. Rapat pertama melibatkan Komunitas Gusdurian Mojokerto yang bertujuan mengklarifikasi polemik yang berkembang menjadi isu diskriminasi di media sosial.

Koordinasi yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB-12.00 WIB juga dihadiri Kepala Desa Ngastemi Mustadi, pejabat Pemerintah Kabupaten Mojokerto yang diwakili Kabid Kawastar Bakesbangpol, Roul Amrulloh, serta unsur TNI dan Polri.

Hasilnya, Kades dan Gusdurian bersepakat bahwa isu yang berkembang di sosial media tidak mencerminkan fakta di lapangan. Menurut Mustadi, isi surat Pemdes Ngastemi kepada Sumarmi adalah sesuai dengan kesepakatan dalam musyawarah antara warga dan jemaat GPdI pada Senin (19/9/2020).

Untuk itu, Kades meminta Komunitas Gusdurian untuk membantu meluruskan permasalahan di medisos. Selain itu, semua pihak diimbau tetap tenang dan tidak membuat komentar yang berpotensi memperkeruh suasana. (Baca: Stafsus Presiden Tanggapi Isu Diskriminasi Warga Kristen Pantekosta di Desa Ngastemi-Mojokerto).

Sementara Sumarmi dalam sebuah rekaman video amatir yang diunggah di sebuah akun media sosial menjelaskan bahwa selama ini kegiatan ibadah yang dilaukan di rumahnya berjalan lancar, tidak pernah mendapat gangguan. Namun sejak renovasi rumahnya beberapa hari lalu, muncul rumor yang memicu kesalahpahaman di lingkungan warga.

“Sejak dulu kami beribadah aman-aman saja, tetangga kanan kiri juga tidak ada masalah. Tapi berhubung ada renovasi rumah ada yang salah paham, dikira buat gereja,” kata Sumarmi dalam video tersebut.

Ia menegaskan rumah tersebut tidak dibangun menjadi gereja. Fungsi utamanya tetap sebagai tempat tinggal.

“Bukan bikin gereja, ini benar rumah kok, ada kamar, ruang tamu,” ucapnya.

Terpisah, FKUB Kabupaten Mojokerto juga membahas polemik surat pemdes yang melarang pembangunan gereja dan kegiatan ibadah di rumah Sumarmi, Senin (28/9/2020) siang. Rapat di Kantor FKUB,  Jalan RA Basuni No 28 B Sooko itu, dihadiri 10 orang, termasuk Ketua FKUB setempat KH Abdul Adzim Alwi dan Perwakilan Umat Kristen, Pendeta Karunia Zebua.

Dua hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Keduanya menyangkut masalah pembangunan gereja jemaat Kristen Pantekosta yakni di Desa Ngastemi, Bangsal dan Desa Dadapan, Kecamatan Jetis.

Perwakilan FKUB Kecamatan Bangsal, Siti Masitoh menerangkan kronologi munculnya polemik menyangkut Jemaat GPdI di Ngastemi. Sebelum berhembusnya kabar rumah Sumarmi akan dijadikan tempat ibadah, seorang bayan (yang mengurus tanah wakaf) bernama Mbah Urip menanyakan persyaratan pendirian rumah ibadah pada 11 September 2020 lalu.

“Kebetulan, rumah yang dibangun itu milik Ibu Sumarmi yang berada tepat di sebelah Bala Desa Ngastemi,” ujar Siti.

Selanjutnya pada 17 September 2020, pegawai KUA mendokumentasikan bangunan itu (rumah Sumarmi), yang ada tanda salib. Foto itu dilaporkan ke Kades yang kemudian meminta agar salibnya diturunkan (dicopot),” tuturnya.

Dari situlah, informasi berhembus bahwa rumah Sumarmi yang sedang dironovasi akan disulap menjadi gereja. Warga pun menentang keras kabar tersebut.

“Sampai akhirnya pada Senin Tanggal 19 September 2020 malam, Bapak Kades mengumpulkan tokoh masyarakat dan mengundang pihak kantor KUA, Muspika, Tokoh Islam dan 3 orang dr Nasrani (Pdt Ferli, Ibu Kristin dan Ibu Sumarmi) untuk bermusyawarah,” jelas Siti. Merujuk kesepakatan dari musyawarah itu, terbitlah surat dari Kades kepada Sumarmi pada 21 September 2020.

Pada Minggu (27/9/2020), kemarin pihak Muspika, KUA dan Pemdes Ngastemi kembali memberikan klarifikasi bahwa pelarangan seperti yang termuat dalam surat tersebut bukanlah untuk kegiatan ibadah. Melainkan pembangunan rumah menjadi tempat ibadah seperti gereja.

“Jika hal itu dilakukan maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam SKB 2 Menteri. Terkait kegiatan ibadah, apabila melibatkan dengan jumlah massa yang banyak sebaiknya dilakukan oleh (gereja) induknya,” terang Siti.

Pendeta Tegaskan Rumah Sumarmi Hanya untuk Doa Bersama

Menanggapi hal itu, Pendeta Karunia Zebua pun memberikan klarifikasinya. Ia menyatakan, rumah Sumarmi memang sudah lama menjadi perhatian kalangan Nasrani, bahkan 10 tahun silam, dirinya pernah membantu merenovasi.

“Awalnya saya dulu yang memperbaiki rumah itu 10 tahun lalu, dulu pendetanya Pdt Bakihi (GPdI), beliau sudah pulang ke Manado.  Sekarang pendetanya ganti Bapak Verly dan Ibu Kristin,” ungkapnya.

Karunia menyatakan, tidak pernah ada sedikit pun rencana membangun rumah Sumarmi menjadi gereja seperti rumor yang beredar di kalangan warga. Ia menegaskan, tempat tinggal tersebut hanya direnovasi karena selama ini (sejak 2009) menjadi rumah doa bersama jemaat GPdI).

“Ini yang harus dipahami, kalau rumah doa tidak perlu izin (Syarat SKB 2 Menteri). Jadi mari kita turun ke bawah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait hal ini,” paparnya.

Pemahaman ini, lanjut Karunia, juga terkait dengan ritual ibadah rutin di rumah Sumarmi yang dianggap meresahkan warga. Makanya, ia menyayangkan Pemdes tidak pernah mengundang FKUB dalam dua kali rapat mediasi 19 dan 27 September 2020.

“Kami (umat Kristen) kalau beribadah harus ada imamnya tujuannya agar ada yang membimbing mereka. Kita duduk disini untuk mencari solusi, negara melalui FKUB diharapkan agar mencari jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini,” cetusnya.

Forum rapat pun menyepakati bahwa tempat tinggal Sumarmi dapat dijadikan rumah doa sepanjang tidak menyerupai gereja. Selanjutnya, FKUB juga akan meminta rekomendasi dari Kanwil Kemenag Jatim terkait penyertaan simbol salib dalam ukuran kecil apakah diizinkan atau tidak.

“Polemik dan permasalahan pendirian tempat ibadah harus diselesaikan dengan damai, aman dan tidak mengganggu proses pilkada Serentak 202 0 di Kabupaten Mojokerto,” demikiam kesimpulan rapat FKUB.

Sayangnya, FKUB juga masih tidak diundang dalam rapat mediasi lanjutan yang digelar Pemdes Ngastemi bersama Sumarmi beserta perwakilan jemaat GPdI, Senin (28/9/2020) siang. Rapat ini dihadiri Kades Mustadi, Muspika Kecamatan Bangsal dan tokoh masyarakat setempat. (im)

596

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini