IM.com – Indikasi penyimpangan menyeruak di internal Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto. Sinyal itu muncul ketika Tim Satgas 53 Kejaksaan Agung menjemput Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Ivan Kusuma Yuda di kantornya, Senin (11/10/2021) siang.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Gaos Wicaksono membenarkan kedatangan Tim Satgas 53 Kejagung di kantornya, kemarin untuk menjemput Kasi Pidsus Ivan Kusuma Yuda. Ia menegaskan, bawahannya itu sedang dimintai keterangan oleh tim dari induk Korps Adhiyaksa.
“Diduga ada penyimpangan yang dilakukan Kasi Pidus di dalam pelaksanaan tugasnya,” kata Gaos kepada wartawan di kantor Kejari Kabupaten Mojokerto, Selasa (12/10/2021).
Belum diketahui dugaan penyimpangan yang menyeret Ivan Kusuma Yuda terkait dengan penyelidikan atau penyidikan kasus apa. Gaos hanya menyebutkan tim Kejagung memang berwenang melakukan pengawasan dan klarifikasi lebih lanjut jika terdapat indikasi penyelewengan yang dilakukan petugas kejaksaan.
“Materinya (kasusnya) apa, kami belum tahu persis. Karena ini masih klarifikasi pengawasan. Itu saja, kita tunggu hasilnya, semoga semuanya berjalan dengan baik,” ujar Gaos.
Ivan Kusuma Yuda diketahui bertugas di Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto sejak April 2021 menggantikan Rahmat Hidayat yang meninggal dunia akibat positif Covid-19. Beberapa perkara yang ditangani mantan Kasi Intel Kejari Sampang itu antara lain kasus korupsi proyek irigasi air tanah atau sumur dangkal dengan pagu anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2016 senilai Rp 4,18 miliar.
Secara kebetulan, sidang perdana perkara tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertepatan dengan penjemputan Ivan Kusuma Yuda, Senin (11/10/2021). Kasus ini menyeret mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto Sulistyowati sebagai tersangka. (Baca: Mantan Kadis Pertanian Kabupaten Mojokerto Segera Disidang Kasus Korupsi Proyek Irigasi).
Sulistyowati sebagai kuasa pengguna anggaran diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam proyek irigasi sumur dangkal yang mengakibatkan kerugian negara Rp 474.867.674,13. Angka tersebut berasal dari selisih lebih berdasar nilai kontrak kerja sebesar Rp 3.709.596.000 berbanding realisasi pembayaran yang bisa dipertanggungjawabkan Rp 2.864.190.000. (im)