Adi menegaskan mekanisme tersebut merupakan prosedur standar dalam penyaluran DAK dan pelaksanaan proyeknya. Hal ini berbeda dengan peraturan pencairan dana bersumber dari APBD.
“Kalau proyek APBD, pelaksana yang sudah menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu maka bisa langsung mendapat pembayaran atau dibayar tanpa harus menunggu pelaksana lainnya yang belum menyelsaikannya. Misal ada satu sekolah pelakasanaan pengerjaanya macet maka macet semua,” ujarnya.
Oleh karena itu, imbuh Adi, konsultan pendampingnya harus melakukan pengecekan proyek dan melaporkannya secara rutin agar proyek rehab berjalan sesuai jadwal. Kecuali kondisi alam misal karena bencana alam.
Menurutnya, faktor hujan bukan menjadi alasan pengerjaan proyek menjadi terlambat. Makanya, Dinas Pendidikan berinisiatif mengumpulkan dan memberiikan pembinaan kepada kepala sekolah dan Ketua Pokmas penerima DAK agar jangan sampai terjadi keterlambatan.
“Selain kita memanfaatkan tenaga fasilitator dan lapangan yang bertugas membuat laporan, kami juga ada tim teknis yang kami bentuk untuk mengawasi dan mengawal proyek tersebut agar tidak kedodoran,” cetusnya.
Pelaksanaan proyek DAK Pendidikan mengacu Perpres No. 15 tahun 2022 tentang Juknis DAK Fisik TA 2023, Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2022 tentang Juknis DAK Bidang Pendidikan TA 2022. Serta Peraturan LKPP No. 3 Tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola, Keputusan DEPUTI Bid. Pengembangan Strategi dan Kebijakan LKPP No. 2 tahun 2022 tentang Model Dokumen Swakelola. (adv/im)