IM.com – Usaha jual beli emas emperan di trotoar sepanjang Jalan Majapahit, Kota Mojokerto, tak pernah sepi sejak puluhan tahun lalu. Sebagian pemilik lapak bahkan ada yang sudah bertahan belasan tahun menjalankan usaha ini, meski penghasilan tidak pasti.
Lantas apa yang membuat banyak orang tergiur menjalankan usaha ini?
Sejak pagi hingga sore, penampakan lapak kecil berukuran hanya satu meja ukuran 1 x 1 meter berjejer sepanjang trotoar, di depan deretan gemerlap toko emas di Jalan Majapahit, Kota Mojokerto. Pemilik lapak tampak dengan sabar menunggu orang-orang yang ingin menjual perhiasan emasnya.
Sebagian orang senang dengan keberadaan mereka, karena bisa menjual emas tanpa memerlukan surat. Selain itu, penjual bisa melakukan tawar menawar secara langsung hingga deal.
Pantauan tim IM.com, pada Sabtu (4/1/2025) di lokasi, terdapat satu orang menjual perhiasan berupa cincin di lapak Ardiansyah. Setelah Ardian melakukan pengetesan keaslian emas beserta kadar dan beratnya, mereka pun saling tawar menawar.
Tak lama kemudian deal dengan harga Rp 900 ribu. Ardian mengaku telah menjalani usaha beli emas emperan sejak 2004 silam.
Setiap harinya, ia membuka lapaknya mulai dari sekitar pukul 10.00-16.00 WIB. Tepatnya di Jalan Majapahit, lingkungan Purwotengah, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto.
“Modal saya dari kerja ikut teman, kadang servis ac, muatan pasir dan borongan ngecat bangunan,” kata Ardian kepada IM.com di lokasi (4/1/2025).
Ardian membeli emas sekitar Rp 900 ribu per gram. Ia memastikan keaslian emas dan mengukur kadarnya, menggunakan dua air raksa. Sebab, emas asli atau palsu tak dapat dilihat dari kasat mata.
Ia membeli emas sesuai dengan modalnya. Jika modalnya sekitar 50 juta, ia akan membeli emas sampai uang itu habis. Setelah itu, emas tersebut akan dijual kembali ke rekanya untuk mendapatkan modal, sekaligus keuntungannya.
“Stornya enggak pasti, kalau sehari bisa dapat barang banyak dan modalnya sampai habis, ya langsung saya storkan. Keuntungannya rata-rata ya Rp 2-3 juta,” terangnya.
Menurut Ardian, usaha beli emas ini tak memiliki penghasilan pasti. Sebab, setiap harinya jarang ada seseorang yang menjual perhiasannya, atau bahkan tak ada sama sekali.
Ketika seharian tak ada penjual emas, ia hanya duduk sambil menonton video Youtube di telepon pintar (smartphone) Meski bosan, ia tetap tegar menjalani usahanya demi anak dan istrinya.
“Sebenernya bosen, tapi mau gimana lagi, kalau enggak ada panggilan kerja dari teman ya tetap berangkat. Kalau seminggu enggak ada yang jual, otomatis modal berkurang,” ujarnya.
Meski demikian, ia tetap bertahan menjalani bisnis yang tak pasti ini karena tidak ingin bekerja menjadi buruh atau karyawan. Menurutnya, kalau usaha milik sendiri, bisa pulang dan bersantai bersama keluarga kapanpun.
“Alhamdulillah sejauh ini untuk nafkah anak istri masih cukup,” cetusnya.
Selain Ardian, Dwiki juga merasakan hal yang sama. Bahkan ia telah menggeluti usaha yang penuh dengan ketidakpastian ini, sejak sekitar 15 tahun yang lalu.
Pria asal Kelurahan Pulorejo, Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu, tak merasa putus asa ketika seharian tak ada orang yang menjual perhiasannya. Sebab, ia memiliki tekad dan niat yang berbeda.
Selain itu, di tengah banyaknya tukang beli emas emperan lain, Dwiki tak menganggap itu sebagai persaingan. Ia ikut senang ketika yang lain mendapat barang.
“Saya itu simpel, saya keluar dari rumah tidak ada niat cari uang. Saya habis salat subuh, keluar hanya untuk menanti waktu duhur terus pulang, balik lagi nunggu salat asar, setalah itu istirahat. Jadi enggak ada patokan harus dapat sekian dalam sehari,” tuturnya.
Meski usaha ini tak memiliki penghasilan yang pasti, ia tetap yakin bisa mencukupi kehidupannya bersama keluarga. Karena, selain membuka lapak beli emas, ia juga memiliki usaha ternak burung murai batu, sekaligus berjualan pakan.
“Saya ternak murai batu sudah 12 tahun, kalau pakan burung baru 3 tahun. Alhamdulillah selama ini cukup buat keluarga sehari-hari,” paparnya.
Setiap harinya, bapak dua anak ini membuka lapak beli emasnya sekitar pukul 08.00-16.00 WIB. Sama seperti Ardian, ia juga tak menghendaki kepada setiap penjual emas harus memiliki surat.
Ia hanya akan menanyakan kadar dan berat terkait perhiasan yang dijual. Karena ada surat maupun tidak, daya belinya tetap sama.
“Biasanya kita stor dibeli dengan harga Rp 1.280, jadi kita belinya mungkin sekitar Rp Rp 1.200-1.250, biar dapat untung,” tandasnya. (sis/imo)