
IM.com – Gelombang protes akibat tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) di Jakarta menjalar ke berbagai kota besar, termasuk Surabaya, Jombang, dan Jember, Jawa Timur. Ribuan massa dari mahasiswa, pengemudi ojol, hingga warga umum turun ke jalan menuntut pertanggungjawaban aparat atas tindakan represif yang dinilai brutal.
Di Surabaya, massa terkonsentrasi di depan Gedung Negara Grahadi, Jumat (29/8/2025) sore. Teriakan penolakan terhadap tindakan aparat bergema dari pengeras suara hingga spanduk. Ketegangan meningkat saat massa merangsek ke gerbang sisi timur Grahadi dan polisi membalas dengan gas air mata serta semprotan meriam air. Situasi berubah ricuh dan memicu bentrokan terbuka.
Sementara di Jombang, ribuan pengemudi ojol memadati jalan depan Mapolres setempat. Mereka datang berkonvoi, membawa bendera sambil meneriakkan yel-yel solidaritas.
“Tuntutan kita serentak seluruh Indonesia. Kami meminta ditindak tegas dan usut tuntas apa yang menimpa rekan kami di Jakarta,” tegas Wisnu (43), koordinator aksi.
Nuansa berbeda tampak di Jember. Ratusan driver ojol menggelar aksi doa dan tabur bunga di depan foto besar almarhum Affan. Lilin-lilin dinyalakan sebelum akhirnya suasana hening berubah jadi pekik tuntutan.
“Kasus ini harus diusut tuntas, transparan, dan diberi sanksi tegas. Kalau perlu Kapolri juga mundur,” ujar Deddy Novianto, Korlap aksi sekaligus Ketua FKJOB.
GERAKAN MERATA
Ledakan aksi serupa juga terjadi di kota-kota lain. Di Bandung, sebuah aset negara terbakar di dekat kantor DPRD Jawa Barat. Di Solo, massa merobohkan gerbang markas Brimob. Jakarta pun bergolak, ribuan orang mendatangi Markas Brimob Kwitang dan Polda Metro Jaya hingga bentrok tak terhindarkan.
Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan duka cita dan berjanji mengusut kasus Affan, namun janji itu belum mampu meredakan kemarahan publik.
Hari ini, Sabtu (30/8/2025), mahasiswa Surabaya bersiap kembali turun ke jalan. Arfi, Presiden BEM Unesa, mengabarkan titik kumpul aksi berada di UINSA sebelum longmarch ke Mapolda Jawa Timur di Jalan Ahmad Yani.
Sekitar 1.200 mahasiswa dari berbagai kampus diperkirakan bergabung. “Kami ingin aparat tidak lagi memandang mahasiswa sebagai lawan. Kami rakyat, sama-sama menyuarakan kejanggalan yang ada di hati dan pikiran,” tegasnya.
Aksi mahasiswa ini diniatkan tanpa merusak fasilitas umum maupun mengganggu lalu lintas. Harapan mereka sederhana, polisi menjaga dan mengayomi, bukan menindas dan melindas.
Di tengah eskalasi nasional, Surabaya bersiap menjadi salah satu barometer suara rakyat. (kim)