IM.com – Dua bekas pejabat teras Pemeritah Kota Surabaya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tukar guling (ruislag) tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Manyar Sabrangan. Perbuatan kedua pejabat yakni mantan Plt Sekretaris Kota, Muhammad Jassin dan mantan Kepala Bagian Pemerintahan Sugiharto diduga merugikan negara sebesar Rp 8 miliar.
Kasus yang terjadi pada tahun 2011 silam ini dtangani Unit Tindak Pidana Korupsi Satreskrim Polrestabes Surabaya. Selain dua pejabat, polisi juga menjerat dua mantan Direktur PT Abadi Purna Utama (APU), Hasan Afandi dan Lukman Jafar.
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Sudamiran menjelaskan, kasus ini naik ke penyidikan setelah proses penyelidikan terhadap kasus ini sejak 2016 lalu. Sudamiran mengatakan, modus pelaku menyelewengkan aset Pemkot Surabaya sebenarnya jamak dilakukan dalam penyelewengan tanah negara yakni tukar guling tanah kas desa dengan perusahaan PT APU.
“Dugaan korupsi ini muncul dari proses tukar guling yang tidak benar. Tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dirugikan sekitar Rp 8 miliar,” kata Sudamiran dalam siaram persnya, Selasa (25/9/2018).
Sudamiran menjelaskan, luas tanah aset yang ditukar guling mencapai 56.000 meter persegi. Tanah kas desa berlokasi di Kelurahan Semolowaru tersebut dirulislag dengan sebidang tanah di wilayah Keputih.
Sesuai ketentuan, semestinya PT APU menyediakan tanah pengganti kepada Pemkot Surabaya seluas 90.000 meter persegi yang terletak di Kelurahan Keputih, Surabaya. Namun, perusahaan itu hanya menyerahkan tanah seluas 82.000 meter persegi.
“Oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) dinyatakan kerugian negara. Setelah dihitung nilai harga saat itu, kerugiannya Rp8 miliar,” ujarnya.
“Dugaan korupsi ini muncul dari proses tukar guling yang tidak benar. Mereka bertentangan dengan keputusan Kelurahan Manyar Sabrangan Nomor 5 Tahun 1998 dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor:143/8296/013/1999, tanggal 27 Juli 1999. Sehingga, pelaksanaan ruislag itu tidak sesuai dengan Pasal 9 Permendagri Nomor 1 Tahun 1982 dan negara rugi Rp 8.008.290.000,” jelas Sudamiran, Selasa (25/9/2018).
Sudamiran mengungkapkan, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, keempat orang itu belum menjalani proses penahanan. Dengan alasan, keempat tersangka dinilai cukup kooperatif dan pihaknya masih menunggu hasil dari beberapa pemeriksaan lanjutan.
“Proses penyidikan masih berlangsung. Tunggu hasil pemeriksaan lanjutan dulu,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2, Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 1 miliar. (sun/im)