Wali Kota Mojokerto nonaktif, Mas'ud Yunus berjabat tangan dengan jaksa penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi usai sidang putusan perkara suap pimpinan dan anggota DPRD terkait pembahasan RAPBD 2016 dan APBD Perubahan 2017

IM.com – Wali Kota Mojokerto nonaktif Mas’ud Yunus divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara karena terbukti menyuap pimpinan dan anggota dewan Rp 1,465 miliar. Menurut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, perbuatan melanggar hukum paling fatal yang memberatkan terdakwa adalah memberikan suap secara rutin tiga bulan sekali kepada para legislator untuk memuluskan pembahasan Rancangan APBD 2016 dan Perubahan APBD 2017.

“Terdakwa Mas’ud Yunus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” demikian Ketua majelis hakim Dede Suryaman membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (4/10/2018).

Majelis hakim menilai, dakwaan dan fakta persidangan yang berkaitan dengan pasal ‘perbuatan berlanjut’ yang dimaksud adalah perbuatan terdakwa menyuap pimpinan dan anggota Dewan dilakukan secara periodik. Yakni terus menyusui anggota dewan dengan duit suap secara rutin tiga bulan sekali.

“Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Dede Suryaman.

Selain pidana, majelis hakim juga mewajibkan Mas’ud Yunus membayar denda Rp 250 juta subsider 2  bulan kurungan. Berikutnya, onis tambahan dijatuhkan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun terhitung sejak terdakwa yang akrab disapa Kyai Ud  selesai menjalani masa hukuman pokok.

Majelis hakim hanya sependapat dengan dakwaan pertama penuntut umum dan menerima pledoi pribadi Mas’ud Yunus namun menolak pledoi penasehat hukumnya.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan penuntut umum KPK yakni 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, jaksa KPK juga menuntut pencabutan hak politik terdakwa selama 4 tahun.

Putusan majelis merujuk Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64(1)-KUHPidana.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Mas’ud Yunus sebagai walikota tidak memendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, namun justru melakukan KKN. Yang meringankan, ia bersikap kooperatif, sopan, mengakui dan berterus terang, serta masih mmemiliki tanggungan keluarga.

Sekitar 250 ibu-ibu pendukung terdakwa Mas’ud Yunus setia mengikuti proses sidang putusan dari luar ruang persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (4/10/2018).

Atas putusan majelis hakim, Mas’ud Yunus menyatakan pikir pikir. Usai sidang, terdakwa langsung dikelilingi keluarga dan koleganya. Suasana ini membuat Mas’ud Yunus terharu.

Tangis haru beberapa pendukung Mas’ud Yunus juga pecah dalam suasana ini. Beberapa diantaranya sempat meluapkan tangisnya sambil memeluk erat Mas’ud Yunus.

Sementara ratusan perempuan paruh baya pendukung Mas’ud Yunus yang sejak pagi berada di luar ruang sidang mulai merangsek mendekati terdakwa saat keluar dari ruang sidang. Sekitar 250 ibu-ibu berdesak-desakan, berusaha mendekat untuk berebut salaman dengan terdakwa yang mengenakan kemeja putih lengan panjang dipadu celana warna hitam.

Mas’ud Yunus merupakan tersangka kelima dakam kasus ini. Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 16 Juni 2017 KPK menetapkan empat orang tersangka, yakni Kadis PUPR Wiwiet Febriyanto, Ketua DPRD Mojokerto, Purnomo serta dua wakilnya, Umar Faruq dan Abdullah Fanani. Saat itu KPK juga mengenakan sejumlah uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp 470 juta. (sat/im)

24

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini