Pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Surabaya.

IM.com – Aturan baru sistem rujukan berjenjang dari BPJS Kesehatan banyak dikeluhkan masyarakat. Pihak BPJS Kesehatan berdalih, penerapan sistem rujukan baru itu masih dalam tahap uji coba dan akan terus dilakukan evaluasi.

“Kami memang sedang melakukan uji coba berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang. Tentu rujukan berjenjang ini kan ada yang mengatur dari Permenkes No.1 Tahun 2012, itu mengatur secara khusus berkaitan dengan rujukan perorangan,” ujar Kepala Humas BPJS kesehatan M Iqbal Anas Maruf, Kamis (18/10).

Iqbal mengatakan, uji coba sistem rujukan berjenjang dilakukan sejak 15 Agutus 2018. Rencana awal uji coba akan selesai pada akhir September. Tetapi setelah melihat perkembangan di lapangan BPJS Kesehatan memutuskan untuk memperpanjang sampai akhir Oktober.

“Kalau yang dipermasalahkan berkaitan dengan pelayanan menjadi sulit atau yang lain, tentu niat kami gak gitu. Ini kan dalam rangka kemudahan dan kepastian pelayanan peserta JKN,” kelitnya.

Dalam sistem berjenjang ini, peserta BPJS Kesehatan sudah tidak bisa lagi meminta rujukan berobat dari puskesmas atau klinik ke rumah sakit yang dikehendaki. Pemeriksaan peserta BPJS rujukan harus dilakukan mulai dari rumah sakit level terbawah, yakni kelas D.

Pada mekanisme rujukan sebelumnya, pasien berobat mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni puskesmas, klinik maupun dokter praktik swasta. Kemudian dirujuk ke rumah sakit sesuai keinginan pasien atau faskes tingkat pertama tadi.

Namun, kini mekanisme harus berjenjang dari rumah sakit tipe D ke C, B dan A.

“Jadi penanganan peserta BPJS berdasarkan indikasi medis yang bersangkutan. Di masing-masing kelas ada tanggung jawab yang bisa ditangani apakah kelas A, B, C, D,” cetus Iqbal.

Ia menampik, BPJS menghalangi peserta JKN untuk mengakses layanan kesehatan yang maksimal. Sebaliknya, kata Iqbal, pihaknya ingin memastikan peserta dapat dirujuk ke rumah sakit yang sesuai dengan diagnosa penyakitnya.

“Pasien bisa dirujuk ke rumah sakit yang paling dekat dulu. Kami gak menghalangi kalau dia membutuhkan pelayanan di rumah sakit kelas B, misalnya. Di kapasitas kelas C dan D kami bikin sistem mapping. Ketika angka kapasitasnya menunjukkan 60 persen, kelas yang D itu kebuka, jadi akses gak menumpuk ke C dan D saja sehingga bisa ditampung ke B,” tuturnya.

Uji coba rujukan berjenjang ini  akan dievaluasi setelah berakhir pada 31 Oktober. Pada masa monitoring dan evaluasi tersebut akan diputuskan terkait kelayakan implementasi kebijakan, apakah akan dilanjutkan atau dihentikan.

Tambah Polemik di Tengah Defisit Anggaran 

Belakangan ini, BPJS Kesehatan memang sedang dalam sorotan. Ini tak lepas dari membengkaknya suntikan anggaran BPJS yang diminta ke pemerintah.

Hal ini menuai kritik dari Presiden Joko Widodo. Presiden mempertanyakan suntikan dana sebesar Rp 4,9 triliun dari pemerintah yang dianggap masih kurang untuk menutup defisit angaran BPJS. Belum jelas, apakah perubahan sistem rujukan paserta BPJS yang kini harus dimulai dari rumah sakit kelas paling bawah ini berkaitan dengan defisit anggaran tersebut.

Menurut Iqbal, sejak awal, jumlah yang diajukan BPJS memang lebih besar dari itu. Sebenarnya, pihaknya juga sudah melaporkan ke Presiden mengenai iuran peserta BPJS yang belum memenuhi ekspektasi. Namun, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan iuran.

Sebagai solusi sementara, pemerintah memutuskan memberi suntikan dana ke BPJS sebesar Rp 4,9 trilun.”Sebenarnya waktu RDP sudah kita sampaikan, bahwa kebutuhan hari itu Rp 7,05 triliun. Tetapi memang dari BPKP untuk menyuntik sekitar Rp 4,9 triliun dulu katanya,” ucap Iqbal.

Walau demikian, ia memastikan, BPJS memperhatikan teguran yang disampaikan Presiden Jokowi kemarin.

“Konteksnya, kan, bagian dari upaya beliau untuk agar BPJS kesehatan dan pemangku kepentingan terkait lebih serius menangani problem yang terjadi dalam JKN,” kata Iqbal.

Iqbal menambahkan, program jaminan kesehatan yang dijalankan BPJS Kesehatan selama empat tahun terakhir sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, Presiden memberikan perhatian lebih mengenai defisit yang ada di BPJS.

“Itu memacu semangat kita untuk bekerja lebih baik. Karena penyelesaian ini tak bisa kita selesaikan sendirian, jadi bersama-sama dengan kementerian lembaga untuk atasi permasalahan ini,” ujar Iqbal.

Iqbal memastikan, perbaikan sistem akan dilakukan. Misalnya, dengan menata hal-hal yang berkaitan dengan sistem rujukan, hingga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang tidak efisien.

“Kita melihat dari sisi positifnya ya kaitan dengan pidato Presiden dan berharap ini bisa menjadi pelecut semangat kita untuk perbaiki sistem yang ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegur Dirut BPJS Fahmi Idris karena permasalahan defisit anggaran. Teguran disampaikan Presiden di hadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018).

“Harus kita putus tambah Rp 4,9 triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. ‘Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 triliun’. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta,” kata Jokowi.

Jokowi meminta Fahmi untuk segera memperbaiki sistem manajemen yang ada. Jokowi mengakui, menyelenggarakan jaminan kesehatan di negara yang besar seperti Indonesia tidak mudah. Namun, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan. (ide/im)

27

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini