IM.com – Sejumlah calon anggota Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur yang gagal lolos seleksi melayangkan gugatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Mereka mempermasalahkan proses seleksi Anggota Bawaslu Jatim yang sarat kecurangan.
Dua pihak yang menjadi terlapor dalam gugatan ke DKPP ini adalah Bawaslu Jatim dan Bawaslu RI. Sedangkan pihak penggugat merupakan peserta seleksi anggota Bawaslu Jatim, tiga orang di antaranya merupakan mantan anggota Panwaslu di beberapa kota/kabupaten.
Novly Bernando Thissen, mantan Anggota Panwaslu yang ikut melaporkan gugatan ini mengatakan, ada sejumlah indikasi kecurangan saat proses seleksi yang menguntungkan pihak tertentu. Alhasil, menurut Novly, banyak banyak anggota Bawaslu Jatim yang terpilih tidak punya pegalaman sama sekali tentang pelaksanaan Pemilu.
“Orang yang tidak memiliki pengalaman, justru masuk menjadi anggota Bawaslu, padahal seharusnya seleksi administrasi saja mereka tidak lolos,” papar Novly kepada wartawan, Jumat (9/11/2018).
Novly menyebut jika ketua tim seleksi anggota Bawaslu Jatim ternyata merupakan salah satu anggota partai politik. Bahkan, saat itu terdaftar sebagai calon legislatif.
“Ketua tim seleksi calon terdaftar sebagai caleg dapil 1 Surabaya. Ini ibaratnya orang parpol memilih wasit untuk pertandingan dia,” tandasnya.
Mantan anggota Panwaslu lainnya, Djoko Rudy mengungkapkan indikasi pelanggaran yang dilakukan anggota Bawaslu yang dinilai tidak kompeten tersebut. Pelanggaran itu antara lain, menyisihkan 38 orang Panwaslu di beberapa daerah di Jatim tanpa alasan yang bisa dibenarkan sesuai aturan.
“Ujungnya, memasukkan anggota baru yang diduga sudah bersekongkol dengan kelompok mereka,” persekongkolan lantaran satu golongan.
Kecurigaan adanya main mata anggota Bawaslu dan orang baru yang dipilih sebagai anggota Panwaslu tadi muncul dari proses uji kepatutan mereka. Hanya berselang satu jam usai pelaksanaan uji kepatutan, mereka langsung dinyatakan lolos Focus Group Discussion.
Lebih jauh, Djoko melihat Bawaslu tak lagi independen, karena dari salah satu komisioner yang ditetapkan di Trenggalek, terbukti telah menandatangani perjanjian untuk mengawal pencalegkan Edhie Baskoro, caleg Demokrat ke DPR RI. Buktinya, komisioner tersebut menandatangani perjanjian di atas materai, yang mana telah tersebar sejak 2017.
“Namun komisioner yang seperti ini malah ditetapkan menjadi anggota Bawaslu Kabupaten,” imbuh Djoko.
Beranjak dari banyak indikasi kecurangan tadi, Djoko dan kawan-kawan meminta DKPP menyelidiki masalah ini. Di antaraya, Djoko meminta DKPP membuka kembali kasus dugaan bocornya soal seleksi Panwaslu di 2017 lalu. Hal ini sebelumnya sempat diadukan salah satu komisioner di Malang, tetapi dicabut oleh pengadu.
“Kami menduga pencabutan pengaduan bocornya soal itu, karena pengadu dijanjikan untuk ditetapkan menjadi Bawaslu Kab Malang,” kata Djoko.
DKPP sendiri disebut telah mengagendakan pemeriksaan terhadap pelapor pada 13 November. (tik/im)