IM.com – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sangat prihatin adanya kasus pemerkosaan terhadap perempuan keterbelakangan mental. Apalagi di negeri ini untuk menyeret pelakunya ke jalur hukum dibutuhkan proses sangat rumit.
Khofifah bahkan mengaku telah mendengar kasus pemerkosaan perempuan keterbelakangan mental asal Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto masih berjalan lamban penanganan kasus hukumnya. “ Tes DNA salah satu cara yang bisa menjerat para pelaku yang memperkosa korban,” ujarnya di Mojokerto.
Khofifah mengatakan, proses hukum terhadap kasus pemerkosaan dengan korban perempuan keterbelakangan mental masih menjadi problem besar di Indonesia. Menurut dia, penyidik kerap kali kesulitan mencari saksi.
Pasalnya, kasus asusila mayoritas hanya diketahui oleh pelaku dan korban.
Sementara korban sendiri yang mengalami keterbelakangan mental tentunya tak bisa dimintai keterangan.”Kemudian bukti untuk kasus yang cukup lama bukan hal yang mudah. Nah, ini yang sedang dicari formatnya supaya kita bisa menemukan terobosan hukum untuk penyandang disabilitas,” kata Khofifah
Namun, lanjut Khofifah, pihaknya mengapresiasi penanganan kasus pemerkosaan perempuan keterbelakangan mental warga Kecamatan Puri. Meski sempat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), Polres Mojokerto kembali menangani kasus yang menimpa perempuan 32 tahun tersebut. Itu setelah kasus tersebut menjadi sorotan sejumlah media.
Perempuan yang juga menjabat Ketua PP Muslimat NU ini juga menyambut baik kerja keras penyidik yang sampai melakukan tes DNA untuk melengkapi berkas penyidikan. “Kalau DNA sudah cukup karena 99% akurat untuk membuktikan pelakunya,” ujarnya.
Penasehat hukum korban, Edy Yusef mengatakan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Menurut dia, saat ini penyidik telah mengantongi keterangan dari ahli pidana Unair Surabaya dan psikolog Polda Jatim. Keterangan itu menegaskan bahwa korban yang mengalami keterbelakangan mental sebagai pihak yang tak berdaya. Sehingga persetubuhan yang dilakukan para pelaku tergolong perbuatan perkosaan.
“Ketiga pelaku sudah mengakui perbuatan mereka dalam berita acara penyidikan (BAP). Juga dilakukan tes DNA untuk membuktikan siapa bapak dari bayi korban. Jadi, kasus ini tinggal membuktikan saja di pengadilan,” terangnya.
Sementara Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Budi Santoso menuturkan, pihaknya telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sochib, Achmad Sudja’i, dan Todjo Gasmono yang masih tetangga dekat korban.
Dia juga membenarkan adanya upaya tes DNA tersebut. Petugas dari RS Bhayangkara Polda Jatim telah mengambil sampel darah tiga tersangka, korban, dan bayi laki-laki yang sudah dilahirkan korban.”Tes DNA untuk melengkapi berkas penyidikan, setelah hasilnya keluar akan kembali kami limpahkan ke kejaksaan,” tandasnya.
Pemerkosaan ini terjadi tahun 2015. Saat itu sang ibu harus meninggalkan korban di rumah lantaran mencari nafkah di Kalimantan. Korban pun ditipkan ke keluarga Sochib yang saat itu mengontrak rumah korban.
Bukannya merawat dengan baik, Shocib justru tega menggauli korban sampai berulang kali. Perbuatan bejat itu dilakukan Shocib saat istrinya kerja. Perempuan bertubuh mungil yang sejak lahir mengalami keterbelakangan mental itu tak berdaya.
Shocib juga mengajak tetangga lainnya, Achmad Sudja’i dan Todjo Gasmono. Hampir setiap pagi, Sudja’i yang tak bisa jalan itu memanggil korban ke rumahnya. Pria yang telah ditinggalkan istrinya itu selalu menyuruh korban untuk belanja kebutuhan pokok ke warung.
Perbuatan bejat ketiga pria itu terbongkar pada Desember 2015. Korban yang belum pernah menikah itu kerap muntah-muntah. Setelah diperiksakan ke bidan desa, ternyata dia berbadan dua. Ibu korban pun melaporkan kasus ini ke Polres Mojokerto. (bud/uyo)