IM.com – Warga Dusun Bajangan, Kembangringgit, Pungging, Mojokerto tak mau menyerah menuntut haknya atas tanah mereka yang terindikasi dicaplok PT Sinergi Power Source.
Lima warga mendesak Polres Mojokerto menindaklanjuti laporan mereka yang mangkrak sejak 25 Juli 201 silam dan menuntut ganti rugi atas lahan total sekitar 7.500 meter persegi yang nomor obyek pajaknya (NOP) tiba-tiba berpindah kepemilikan ke pabrik penyalur energi listrik swasta tersebut.
Hingga kini, proses hukum laporan kepolisian bernomor LP/113/VII/2017/JATIM/RES MJK dengan pelapor Ponali, tak jelas nasibnya.
“Kami ingin menuntut keadilan, karena sejak kami laporkan 25 Juli 2017, hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait dengan penanganan kasus itu. Padahal kami sudah memberikan banyak bukti,” kata Bagio (58), salah satu warga yang tanahnya kini sudah berubah menjadi bangunan PT Sinergi Power Source, Kamis (3/01/2018).
Selain Ponali dan Bagio, tiga warga lain yang lahannya diserobot PT SPS adalah Sukadi Wandoyo (51), Sumari (45) dan Mistono (50). Kelima warga tersebut masing-masing memiliki lahan seluas 1.500 meter persegi yang kini berada di dalam area pabrik PT SPS.
“Selain letter C, kami juga memiliki bukti pembayaran pajak tanah selama ini. Karena kami memang tidak pernah menjual atau menandatangani surat jual beli tanah milik kami. Namun, saat ini di atas tanah kami sudah berdiri pabrik,” terang Bagio yang memiliki lahan di Peta Blok 2 nomor bidang 97 berdasarkan Peta Blok Tanah Terdampak Industri Desa Kembangringgit .
Pemilik lahan seluas 1.597 meter persegi itu membeber kronologi dugaan penyerobotan lahan milik lima warga oleh panitia pembebasan lahan yang ditunjuk PT SPS. Mulanya, sekitar awal sekitar tahun 2014, panitia pembebasan lahan yang dimotori Kepala Desa (Kades) Kembangringgit dan aparatur pemerintah desa setempat, mengumpulkan warga sekitar.
“Saat itu dikasih tahu kalau akan ada pembebasan lahan untuk pembangunan pabrik. Namun, setelah itu tidak jelas bagaimana kelanjutannya. Kami memang sejak awal tidak bersedia, karena memang harga yang ditawarkan jauh dari harga pasaran. Memang ada yang mau, tapi kami tidak,” jelasnya.
Namun, di awal tahun 2015, PT SPS tiba-tiba memulai proyek pembangunan pabrik di atas lahan yang masih dimiliki warga. Warga pemilik lahan yang dibangun pabrik sontak melakukan penolakan dengan aksi unjuk rasa dan menyampaikan aduan masyarakat (dumas) ke Mapolres Mojokerto.
“Tahun 2015 itu, saya ditemui salah seorang penyidik Polres Mojokerto, saya ditawari uang Rp 800 juta untuk pembayaran tanah. Kami bertemu di depan Alfamart dekat Stadion Gajah Mada. Saksinya Sukadi sama Ponali. Kalau saya mau, katanya akan dibayar tapi disuruh mencabut dulu dumas-nya,” terangnya.
Bagio pun menyetujui tawaran oknum polisi yang mengaku menjadi perantara PT Sinergi Power Source. Warga pun kemudian mencabut pengaduan ke pihak kepolisian. Namun demikian, hingga awal tahun 2016, janji itu tak terealisasi.
“Sedangkan proyek pembangunan pabrik terus berjalan,” ungkap Bagio.
Warga yang jengah dan merasa dibohongi, lantas memilih menempuh jalur hukum. Hingga akhirnya mereka secara resmi melapor ke pihak kepolisian atas dugaan penyerobotan lahan miliknya.
Namun ternyata, upaya itu, hingga saat ini belum membuahkan hasil. Proses hukum yang diharapkan bisa menjadi pelindung bagi rakyat kecil mendadak tumpul.
“Padahal, jika dilihat persoalannya, ini cukup sederhana. Polisi tinggal melihat riwayat tanah atau Warkah Tanah yang dokumennya ada di BPN (Badan Pertanahan Nasional) Mojokerto. Tapi kenapa kok sulit sekali,” sambung Kuasa Hukum warga, Edy Yosef yang meminta agar Polres Mojokerto segera menindaklanjuti penyelidikan kasus ini.
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Muhammad Solikin Fery membantah jika pihak kepolisian tidak bekerja dalam menindaklanjuti laporan terkait dengan dugaan penyerobotan lahan warga Desa Kembangringgit itu.
“Sampai saat ini masih tahap penyelidikan. Pemanggilan saksi-saksi sudah, konfirmasi ke BPN (Kabupaten Mojokerto) sudah, tinggal kami menunggu Warkah Tanah dari BPN,” katanya.
“Betul belum diberikan. (Alasannya) belum ketemu katanya. Tapi nanti konfirmasi ke BPN saja apa alasannya, karena BPN yang lebih tahu alasannya apa. Karena kita berkirim surat sudah berulang kali ke BPN,” ujarnya.
Kasatreskrim mengakui, lambannya penyelidikan kasus dugaan penyerobotan lahan ini lantaran pihaknya kurang memiliki alat bukti yakni dokumen Warkah Tanah dari BPN Kabupaten Mojokerto. Sehingga, polisi tidak bisa dengan leluasa untuk menyelesaikan kasus ini.
“Salah satu alat bukti yang kita cari kan Warkah Tanah itu. Permasalahannya ya di BPN itu aja. Kita tidak bisa bergerak karena ini kan masalah tanah, domainnya ke BPN. Ahlinya kan di sana (BPN), yang punya data sana (BPN) kalau kita gak punya data gimana mau diproses,” tukasnya.
Solikhin Fery menuturkan, selama ini pihaknya sudah berupaya meminta dokumen Warkah Tanah ke BPN Kabupaten Mojokerto. Namun hingga saat ini, dokumen tersebut belum diserahkan ke pihak kepolisian.
Sayanngnya pihak BPN yang tidak kooperatif terkesan menghambat proses penyelidikan karena tak kunjung membeber Warkah Tanah dengan berbagai alasan. (Baca: Usut Penyerobotan Lahan Warga Kembangringgit, Tuntut PT SPS Bayar Ganti Rugi Rp 13,5 M). (im)