IM.com – Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin mengakui menerima uang Rp 10 juta dari Haris Hasanudin, Kepala Kanwil Kemenag, Jawa Timur. Uang itu diduga ucapan terimakasih atas bantuan Lukman dalam proses seleksi hingga melantik Haris sebagai Kakanwil Kemag Jatim.
Lukman menegaskan, uang tersebut telah dikembalikan ke KPK. Sebab, dirinya merasa tidak berhak menerimanya.
“Uang Rp 10 juta itu saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK, sudah lebih dari sebulan yang lalu. Saya tunjukkan tanda bukti laporan yang saya lakukan,” kata Lukman usai diperiksa di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Namun, Lukman tak menjelaskan soal uang Rp 180 juta dan 30 ribu USD yang pernah disita KPK dari ruang kerjanya. Sebelumnya dalam penggeledahandi Kantor Kemenag dan ruang kerja Menag, KPK telah menyita uang Rp 180 juta beserta uang 30 ribu USD yang berasal dari laci meja kerja Menteri Agama.
Karena itulah, hari ini penyidik KPK meminta keterangan dari Menag Lukman Hakim Syaifuddin. Dalam laporan gratifikasi yang disampaikan ajudannya itu, Lukman mengklaim uang tersebut merupakan honor tambahan dari Haris.
“Di laporan gratifikasi melalui ajudan Menag ke direktorat gratifikasi KPK disebut sebagai honor tambahan dari kepala kanwil, alasan begitu,” kata Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Febri mengungkapkan, laporan penerimaan uang itu disampaikan Lukman seminggu setelah tim Satgas KPK menangkap Haris, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romy dan Kepala Kantor Kemag Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi pada 15 Maret 2019.
Berdasarkan aturan pelaporan gratifkasi, seorang pejabat wajib melaporkan gratifikasi 30 hari kerja dari penerimaan. Namun, aturan itu tidak berlaku jika penerimaan gratifikasi dilaporkan setelah perkara yang berkaitan dengan gratifikasi tersebut naik ke penyidikan.
“Sesuai Peraturan KPK Nomor 2 tahun 2014 tentang Pedoman dan Penetapan Status Gratifikasi sebagai dasar pelaporan gratifikasi, jika terdapat kondisi laporan tersebut baru disampaikan jika sudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini OTT, maka laporan tersebut dapat tidak ditindaklanjuti sampai penerbitan SK,” papar Febri.
Apakah ini berarti Menag Lukman Hakim Syaifuddin tetap bisa dijerat sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi seleksi Kepala Kanwil Kemenag Jatim? Febri tak mau berspekulasi.
“Tunggu hasil tim penyidik,” ucapnya. (im)