IM.com – Komisi III DPRD Kota Mojokerto mendesak penghapusan Peraturan Wali Kota (Perwali) No 21 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembiayaan Pendidikan dan Mekanisme Bantuan. Pasalnya, peraturan tersebut selama ini melegalkan praktik pungutan oleh sekolah terhadap orang tua siswa.
Ketua Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Junaedi Malik mengatakan, adanya Perwali No 21 Tahun 2015 justru menjadi tameng bagi para kepala sekolah memungut biaya dari orang tua siswa. Tak pelak, pendidikan gratis jenjang SD dan SMP yang didengungkan Pemkot Mojokerto tidak terwujud.
Dengan payung hukum perwali, para kepala sekolah leluasa melakukan pungutan dengan dalih dana BOS dari pemerintah pusat dan BOS Kota (Bosko) tak cukup untuk membiayai semua kegiatan sekolah.
Seperti yang diungkapkan salah satu kepala sekolah SD di Kota Mojokerto dalam rapat dengar pendapat (RDP) pekan lalu. Pungutan yang dibebankan kepada orang tua siswa mencapai puluhan juta rupiah tiap tahunnya.
“Memang kenyataannya Perwali sifatnya multi tafsir, pasal karet, menjadi celah sekolah melegalkan pungutan dari wali murid dengan berbagai kegiatan,” kata Junaedi kepada Inilahmojokerto.com, Kamis (26/1/2017).
Junaedi mengakui, anggaran Rp 13,654 miliar yang dialokasikan Pemkot Mojokerto untuk Bosko SD dan SMP belum mencukupi. Dari jumlah itu, Rp 5,941 miliar untuk Bosko siswa SD, sedangkan Rp 7,713 miliar untuk siswa SMP.
Namun, menurut dia itu tidak boleh menjadi alasan bagi para kepala sekolah dan Pemkot Mojokerto untuk melegalkan pungutan. Sebagai solusinya, lanjut Junaedi, pihaknya berkomitmen akan mendukung penambahan dana Bosko dalam P APBD 2017 September nanti.
Untuk sementara, dia meminta kepada oara kepala sekolah untuk melakukan efisiensi anggaran yang ada sehingga dana Rp 13,654 miliar cukup sampai Agustus tanpa melanjutkan budaya pungutan. Di samping itu, dia juga meminta Dinas Pendidikan tegas dalam mengontrol penggunaan Bosko di semua sekolah.
Di lain sisi, kata Junaedi, setiap kepala sekolah diminta segera menyusun skema baru rencana kerja anggaran sekolah (RKAS). Dari situ akan diketahui biaya ideal yang dibutuhkan sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara gratis. Selanjutnya, kekurangan Bosko akan ditutup melalui P APBD 2017.
“Itu semua (RKAS) harus dirumuskan dengan komite sekolah, diajukan ke dindik untuk minta persetujuan. Skema anggaran harus terukur dan efektif. Kekuatan APBD kota termasuk tinggi, itu tinggal masalah ketegasan wali kota. Saya yakin tidak kesulitan untuk mengalokasikan anggaran untuk itu semua,” ujarnya.
Dengan terealisasinya penambahan Bosko, tambah Junaedi, maka tak ada lagi alasan bagi kepala sekolah untuk memungut biaya dari para orang tua siswa. Dia berharap Wali Kota maupun Dinas Pendidikan Kota Mojokerto benar-benar berkomitmen untuk mewujudkan pendidikan gratis jenjang SD dan SMP.
“Kalau sudah dipenuhi semua di P APBD, otomatis Perwali tak berlaku. Kalau semua sudah di-cover dalam BOS dan Bosko, idealnya tak ada lagi beban biaya yang menciptakan pungutan-pungutan. Idealnya tak ada celah dan tak perlu lagi Perwali, mungkin bisa ke arah penghapusan Perwali,” tandasnya. (bud/uyo)