IM.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengesahkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui peraturan presiden (perpres). Sesuai usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, iuran BPJS bakal naik dua kali lipat, dari semula Rp 80 ribu untuk iuran BJKN kelas Mandiri I menjadi Rp 160 ribu per bulan.
Untuk iuran kelas Mandiri II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp 16.500 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per peserta per bulan. Kenaikan itu berlaku untuk semua peserta BPJS mulai 1 Januari 2020 mendatang.
Tetapi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Kamis kemarin (29/8/2019) mengisyaratkan bahwa kenaikan itu akan berlaku mulai 1 September 2019.
“Sudah (fix mulai 1 September 2019),” ujar Puan singkat saat dikonfirmasi apakah iuran baru berlaku per 1 September.
Menurut Puan, Peraturan Presiden untuk kenaikan iuran BPJS sudah siap dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden Jokowi. Tetapi Puan tak menyebut berapa besaran kenaikannya.
Namun hari ini (30/9/2019), Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin, pemberlakuan dan angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih harus melewati dua tahap lagi sebelum disahkan melalui Peraturan Presiden (perpres). Dengandemikian, lanjut Ngabalin, pemberlakuan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per September 2019 belum final
“Tadi saya komunikasi juga dengan ibu Menteri, cuma kan belum selesai pembahasan, masih dua tahap lagi.,” kata Ngabalin di gedung KSP, Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Sejauh ini, angka kenaikan dan mulai pemberlakuan iuran BPJS yang baru masih simpang siur. Terdapat dua versi angka kenaikan berbeda yang diusulkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Meskipuan nanti tetap merujuk pada hasil rapat dengan Komisi IX dan XI DPR RI.
Rencana kenaikan iuran BJPS ini sebelumnya diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan telah disetujui Komisi XI DPR. Menurut perhitungan Sri Mulyani, bila kenaikan iuran bisa sesuai usulan, maka defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa berbalik menjadi surplus Rp 17,2 triliun.
Asumsinya, apabila iuran BPJS Kesehatan naik, maka persoalan defisit anggaran perusahaan akan terselesaikan. Untuk itu, penerbitan perpres perlu segera dilakukan agar pemberlakuan kenaikan iuran bisa dilaksanakan mulai tahun depan.
Peluang menutup defisit sejatinya juga bisa berasal dari perbaikan tata kelola administrasi dan manajemen BPJS Kesehatan. Lalu, ada pula peran dari optimalisasi kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan Kementerian Kesehatan dalam penyelenggaraan program JKN. (im)
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Versi Kemenkeu:
* Iuran PBI: Rp 42.000 (sebelumnya Rp 23.000) * Iuran peserta penerima upah – Badan Usaha: 5% dengan batas atas upah Rp 12 juta (sebelumnya Rp 8 juta)
* Iuran peserta penerima upah – Pemerintah: 5% dari take home pay (sebelumnya 5% dari gaji pokok + tunjangan keluarga)
* Iuran peserta bukan penerima upah:
a. Kelas 1: Rp 160.000 (sebelumnya Rp 80.000)
b. Kelas 2: Rp 110.000 (sebelumnya Rp 51.000)
c. Kelas 3: Rp 42.000 (sebelumnya Rp 25.500)
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Versi DJSN:
* Iuran penerima bantuan iuran (PBI): Rp 42.000 (sebelumnya Rp 23.000)
* Iuran peserta penerima upah – Badan Usaha: 5% dengan batas atas upah Rp 12 juta (sebelumnya Rp 8 juta)
* Iuran peserta penerima upah – Pemerintah: 5% dari take home pay (sebelumnya 5% dari gaji pokok + tunjangan keluarga)
* Iuran peserta bukan penerima upah:
a. Kelas 1: Rp 120.000 (sebelumnya Rp 80.000)
b. Kelas 2: Rp 75.000 (sebelumnya Rp 51.000)
c. Kelas 3: Rp 42.000 (sebelumnya Rp 25.500).