IM.com – Pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bandung, Jawa Barat, inisial RF (29), yang tersangkut penyitaan uang baru senilai Rp 3,7 miliar di exit Tol Mojokerto Barat, mulai angkat bicara. Kuasa hukumnya menegaskan Satreskrim Polresta Mojokerto tidak berwenang menangani kasus tersebut.
Kuasa hukum RF, Rifan Hanum menyatakan, sesungguhnya kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki uang yang dikeluarkan BRI Bandung dan dibawa JRS. Sebab menurutnya, hal itu adalah wewenang tim audit internal bank dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Hukum telah diperkosa. SOP atau maladministrasi terkait uang itu adalah masalah di internal bank. Tugas kepolisian seharusnya mengurusi kamtibmas, bukan menangani internal BRI,” tukas Rif’an.
Pengacara asal Mojokerto ini mengatakan, baik internal BRI Bandung, lembaga pengawas perbankan maupun OJK saja tidak pernah menyinggung terkait permasalahan ini. Karena itu, ia merasa aneh jika polisi malah turun melakukan penyelidikan.
“Check and balance (keuangan BRI) kami lakukan setiap hari. Ada juga tim internal bank yang melakukan stocking uang di brangkas. Belum ada teguran apa-apa dari BRI atau auditor, tapi polisi sudah menerapkan Pasal 49 UU Perbankan, itu sangat prematur,” cetusnya.
Seperti diberitakan, Satuan Sabhara Polresta Mojokerto mengamankan uang tunai tunai senilai Rp 3,73 miliar yang dibawa JRS (29) bersama 4 orang temannya menggunakan mobl Daihatsu Gran Max di dekat Exit Tol Mojokerto Barat, Gedeg, pada Kamis (7/4/2022) lalu sekitar pukul 01.00 WIB. Tumpukan duit baru terdiri dari pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000 dan Rp 20.000
Polisi telah melepas JRS dan rekan-rekannya. Namun uang senilai Rp 3,73 miliar masih diamankan Polresta. (Baca: Pemilik Uang Baru Rp 3,7 Miliar yang Diamankan Polresta Mojokerto Ternyata Pernah Ditangkap di Ngawi).
Dalam penyelidikan kasus ini, polisi menggunakan Pasal 106 UU RI Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 106 UU RI 7/2014 mengatur pelaku kegiatan usaha perdagangan yang tidak memiliki perizinan dari menteri diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sedangkan Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Perbankan ayat 1 berbunyi “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: (a) membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank”. Dan ayat (2) huruf b berbunyi “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: (b) tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5 miliar dan paling banyak Rp. 100 miliar”.
“Kami sudah koordinasi dengan dua ahli pidana untuk kontruksi hukumnya. Mereka menyampaikan konstruksi hukumnya sudah terpenuhi karena banyak pasal,” kata Kasat Reskrim Polresta Mojokerto, AKP Rizki Santoso.
Dalam penyelidikan, penyidik Satreskrim Polresta Mojokerto telah memeriksa 10 orang saksi. Dua di antaranya adalah pegawai BRI Cabang Bandung, Jawa Barat, termasuk RF (29) yang memberikan kuasa kepada advokat Rif’an Hanum. (Baca: Dugaan Kasus Perbankan di Balik Penyitaan Uang Rp 3,77 Miliar di Exit Tol Mojokerto Barat, Pemilik Dipulangkan).
Rizki mengatakan, dua oknum pegawai bank yang diperiksa adalah koneksi JRS yang mengeluarkan uang tanpa melalui prosedur (SOP) yang benar. Sebab, JRS bukan nasabah di bank tersebut dan mendapatkan (menukarkan) uang dalam jumlah besar.
“Terduga pelaku (JRS) bukan nasabah bank di Bandung. Dia memanfaatkan kenalan pegawai bank itu untuk potong kompas untuk bisa mendapatkan uang lebih besar. Oknum pegawai bank mengeluarkan uang tanpa melalui pencatatan resmi,” tandas Rizki. (cw)