IM.com – Penyelidikan kasus uang Rp 3,7 miliar yang diamankan polisi di exit Tol Mojokerto Barat belum ada titik terang. Kendati penyidik telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke kejaksaan sebulan lalu, tetapi hingga kini belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.
Polresta Mojokerto mengeluarkan SPDP Nomor 35/IV/Res.1.24/Satreskrim atas nama terlapor Jeffri Riyanto Sihutang (JRS) yang dikirimkan ke Kejaksaan Negeri setempat pada 14 April 2022 lalu. Dalam surat penyidikan itu, penyidik menetapkan Pasal 106 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah dalam Pasal 4 UU 11/2020 Tentang Cipta Kerja atau Pasal 36 UU 7/2011 tentang Mata Uang.
Namun hingga satu bulan lebih sejak diterbitkannya SPDP, kepolisian belum menetapkan tersangka. Sesuai prosedur, pihak Kejari mengirimkan surat P17 ke penyidik Satreskrim pada 23 Mei 2022 kemarin untuk mempertanyakan perkembangan penyidikan kasus ini.
“Karena sudah satu bulan lebih kami belum ada penyerahan berkas perkara dari penyidik Polresta Mojokerto, maka kami mengirimkan surat P17. Isinya perihal permintaan perkembangan penyidikan perkara ini sampai sejauh mana,” kata Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Mojokerto Ivan Yoko Wibowo, Selasa (24/5/2022).
Ivan menerangkan, penyidik Satreskrim punya waktu 30 hari untuk menanggapi surat P17 yang dikirimkan kejaksaan. Apabila ternyata belum ada perkembangan dalam proses penyidikan, maka pihaknya akan mengembalikan SPDP ke Polrestata Mojokerto.
“Sesuai SOP, apabila dalam 30 hari itu tidak ada perkembangan, kami akan mengembalikan SPDP ke Polresta. Tentunya penyidik harus mengirim SPDP baru kepada kami untuk memulai penyidikan lagi dari awal,” jelasnya.
Ivan menambahkan, penyidik juga bisa saja menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) apabila tidak menemukan unsur pidana atau alat bukti yang cukup untuk melanjutkan penyidikan. Hanya, lanjutnya, SP3 itu tidak bisa dikeluarkan asal-asalan, melainkan harus disertai alasan dan analisa yuridis dihentikannya penyidikan.
“SP3 itu kewenangan penyidik. Nanti kami hanya akan membuat nota pendapat atas penerbitan SP3 tersebut,” paparnya.
Lebih jauh, Ivan tidak bisa memberikan pendapat terkait posisi dan kemungkinan ke arah mana perkara uang Rp 3,7 miliar itu akan berlanjut. Dalam SPDP yang diterima kejaksaan, imbuhnya, penyidik tidak banyak menjelaskan ihwal kasus ini.
“Kami tidak bisa berpendapat, karena belum menerima berkas perkara. Dalam SPDP uraiannya singkat,” tukasnya.
Seperti diberitakan, Satuan Sabhara Polrestata Mojokerto mengamankan uang tunai tunai senilai Rp 3,73 miliar yang dibawa JRS (29) bersama 4 orang temannya menggunakan mobl Daihatsu Gran Max di dekat Exit Tol Mojokerto Barat, Gedeg, pada Kamis (7/4/2022) lalu sekitar pukul 01.00 WIB. Tumpukan duit baru terdiri dari pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000 dan Rp 20.000.
JRS dan kawan-kawan mendapatkan uang baru tersebut senilai total Rp 5 miliar dari salah satu bank pelat merah dibawah nangungan BUMN yang terletak di Bandung, Jabar. Uang tunai dalam jumlah besar itu dikirim ekspedisi pihak ketiga kepada kelompok JRS di Batang, Jabar.
JRS dan 4 temannya asal Sidoarjo lantas membawa uang tersebut ke Jatim. Mereka menjual sekitar Rp 1,27 miliar di Nganjuk dan Jombang. Lantas sisanya sekitar Rp 3,73 miliar dibawa mampir ke Mojokerto.
Karena kelompok pengepul uang baru ini menemui seorang pembeli berinisial MS di Jalan Raya Desa Pagerluyung, Gedeg, Mojokerto, tepatnya di dekat Exit Tol Mobar pada Kamis (7/4/2022) sekitar pukul 01.00 WIB. Saat itulah mereka diamankan patroli Satuan Sabhara Polrestata Mojokerto.
Kasus ini kemudian ditangani oleh Satreskrim Polresta Mojokerto Kota. Sampai saat ini, polisi masih menyita uang baru Rp 3,73 miliar sebagai barang bukti.
Mobil Daihatsu Grand Max milik JRS dan Mitsubishi Pajero Sport milik MS juga disita. Enam orang yang sempat diamankan dipulangkan karena statusnya masih saksi, termasuk JRS. (Baca: Kuasa Hukum Pegawai BRI Bandung Sebut Uang Rp 3,7 Miliar Urusan Internal Bank, Polisi Tak Berwenang)
Namun uang senilai Rp 3,73 miliar masih diamankan Polrestata. (Baca: Pemilik Uang Baru Rp 3,7 Miliar yang Diamankan Polrestata Mojokerto Ternyata Pernah Ditangkap di Ngawi).
Dalam penyelidikan kasus ini, polisi menggunakan Pasal 106 UU RI Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 106 UU RI 7/2014 mengatur pelaku kegiatan usaha perdagangan yang tidak memiliki perizinan dari menteri diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sedangkan Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Perbankan ayat 1 berbunyi “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: (a) membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank”.
Serta ayat (2) huruf b berbunyi “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: (b) tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5 miliar dan paling banyak Rp. 100 miliar”.
“Kami sudah koordinasi dengan dua ahli pidana untuk kontruksi hukumnya. Mereka menyampaikan konstruksi hukumnya sudah terpenuhi karena banyak pasal,” kata Kasat Reskrim Polrestata Mojokerto, AKP Rizki Santoso. (cw)