Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto, Rizki Aditya.

IM.com – Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto masih menelusuri barang bukti terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sumbersono, Kecamatan Dlanggu. Penyidik telah mengagendakan penggeledahan ke kantor pemdes setempat.

Penggeledahan untuk mencari alat bukti baru penyidikan dugaan kasus korupsi yang menyeret mantan Kepala Desa (Kades) Sumbersono periode 2013-2019, Trisno Hariyanto. Usai agenda tersebut, tim penyidik berencana memeriksa kembali tersangka Trisno yang kini mendekam di Lapas Kelas IIB Mojokerto.

“Penggeledahan ini bertujuan untuk mencari barangkali masih ada bukti-bukti lagi yang ada disana (Kantor Pemdes Sumbersono). Insya’ Allah secepatnya,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto, Rizki Aditya kepada wartawan di kantornya, Jum’at (2/12/2022).

Sejauh ini tim penyidik Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto sudah menggali keterangan sejumlah saksi dan ahli. Antara lain, perangkat Desa Sumbersono, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Mojokerto, Inspektorat Kabupaten Mojokerto, dan tata ruang Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mojokerto.

Hasilnya, tim penyidik mendapat alat bukti baru dari saksi-saksi. Salah satunya berupa kwitansi yang sudah disita kejaksaan.

“Kurang lebih hampir sama seperti kita masih penyelidikan, cuman ada penembahan-penambahan sedikit. Untuk barang bukti kemarin dari pemeriksaan saksi sudah menyerahkan bukti-buktinya untuk dilakukan penyitaan. Ada beberapa kwitansi kita sudah dapat,” jelas Rizki.

Baca: Korupsi BUMDes di Dlanggu, Kejaksaan Periksa Perangkat Desa dan Pejabat Pemkab Pekan Ini

Dalam kasus ini, tersangka menggunakan dana Rp 800 juta dari APBDes Sumbersono tahun 2019 untuk membangun BUMDes di atas Tanah Kas Desa (TKD). Dimana TKD tersebut berada di lahan LP2B. Ketika itu Trisno melakukan alih fungsi LP2B tanpa mengantongi izin dari Bupati Mojokerto. Artinya, lahan di pinggir jalan raya Mojokerto-Pacet itu tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, termasuk membangun BUMDes.

Sejak dikerjakan pada tahun 2019, bangun Bumdes berupa barisan toko yang digadang-gadang menjadi pusat oleh-oleh itu masih belum rampung. Dari 20 kios, Inspektorat menemukan beberapa item yang kurang.

Dari situ, lanjut Rizki, Inspektorat melakukan perhitungan dan menemukan selisih pembiayaan. Namun, ia belum bisa membeberkan selisih pembiayaan tersebut.

“Jadi dari inspektorat itu pernah melakukan pernitungan. Kemarin selisih bayar sudah disampaikan ke kita. Tapi mengenai nilainya kita tidak bisa sampaikan. Nanti saja, soalnya ini belum pemberkasan,” ujarnya.

Perangkat Desa Sumberwono yang lain dinilai tidak terlibat. Menurut Rizki, baik Bendahara dan Sekertaris Pemdes Sumbersono tidak pernah dilibatkan dalam setiap proses perencanaan. Hanya saja, Bendahara Pemdes Sumbersono mengakui yang  melakukan pencairan dana desa senilai Rp 800 juta itu. Namun, Bendahara desa tidak bisa menolak lantaran perintah atasannya.

Sehingga, pihak yang paling bertanggung jawab kasus dugaan korupsi ini adalah mantan Kades, Trisno Hariyanto. Pasalnya, usai melakukan pembangunan BUMDes tidak ada laporan pertanggung jawab (LPJ).

“Disini yang menginisiasi adalah kepala desa. Kita memilih mana yang paling bertanggung jawab. Bendahara dan sekertaris desa memang tidak dilibatkan. Bendahara memang pencairan (dan) pastinya, kemudian dibawah oleh kepala desa. Jadi yang ada hanya bukti kwitansi saja, tidak ada pelaporan sama sekali,” ungkap Rizki.

Saat itu, tersangka Trisno menggunakan jasa kontraktor atau pihak ketiga asal Kabupaten Malang, Noto Hariyanto. Sayangnya, kontraktor BUMDes Sumbersono kini sudah kabur. Rizky menyebut telah melayangkan tiga surat panggilan. Baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan. Namun selalu mangkir. Bahkan, dirinya juga mendatangi kantor kontraktor itu di Kabupaten Malang, tapi sudah tutup.

Meski demikian, pihaknya tidak menaikkan status rekanan menjadi tersangka. “Statusnya sampai saat ini masih saksi,” tandsnya.

Sampai saat ini pun bukti kerterlibatan pihak kontraktor masih minim. Oleh sebab itu, Rizki akan lebih fokus ke satu tersangka ini agar perkaranya tidak berhenti ditengah jalan.

“Logikanya begini, CV itu ditugaskan oleh kepala desa, dananya segini, apakah ada keterlibatan langsung saat penunjukkan, itu kan harus di dalami lagi. Nah nanti itu kita lihat hasil persidangan seperti apa,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto menjebloskan Kades Sumbersono periode 2013-2019, Trisno ke penjara pada Rabu (19/10/2022). Karena tersangka membangun BUMDes berupa pusat oleh-oleh di tempat yang salah tahun 2019. Bangunan 20 kios itu menghabiskan APBDes setempat Rp 800 juta.

Lahan tempat pembangunan BUMDes Sumbersono memang TKD. Namun, statusnya LP2B. berdasarkan pasal 50 ayat (1) dan (2) UU RI nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan LP2B, TKD Sumbersono yang digunakan Trisno membangun pusat oleh-oleh harus dikembalikan fungsinya seperti semula sebagai lahan pertanian.

Aturan inilah yang membuat pembangunan BUMDes tersebut merugikan negara Rp 797.774.000. Sebab otomatis gedung pusat oleh-oleh yang telah dibangun Trisno harus dibongkar selama lahan itu masih berstatus LP2B. (cw)

228

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini