
IM.com – Ribuan warga memadati kawasan Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (21/9/2025) untuk menyaksikan drama kolosal Surabaya Merah Putih. Pertunjukan ini merekonstruksi peristiwa heroik perobekan bendera Belanda pada 19 September 1945.
Teatrikal berdurasi 90 menit tersebut melibatkan 1.000 pemain dari kalangan seniman, pelajar, dan komunitas sejarah. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, turut berperan sebagai Residen Soedirman yang kala itu berhadapan dengan Mr. Ploegman, pengibar bendera Belanda.
Atmosfer pertunjukan kian hidup berkat skenografi unik. Ludruk khas Surabaya dipadukan dengan tari, musik keroncong, puisi, hingga parade sepeda kuno, sehingga penonton seakan kembali pada suasana kota 1945.
“Teatrikal ini bukan hanya tontonan, tapi pengingat bagaimana masyarakat Surabaya mengorbankan jiwa untuk mengibarkan Merah Putih,” ujar Eri Cahyadi.

Nilai Edukasi dan Kritik
Pertunjukan ditutup dengan pembacaan puisi “Gugur” oleh Ketua TP PKK Surabaya, Rini Indriyani, serta nyanyian Indonesia Raya bersama ribuan penonton. Kepala Disbudporapar, Hidayat Syah, menyebut agenda tahunan ini dirancang sebagai media edukasi publik.
Namun, peringatan tahun ini menuai kritik. Acara digelar 21 September, bukan 19 September sesuai catatan sejarah. Sejarawan Ady Setiawan menilai pergeseran tanggal bisa mengurangi makna peristiwa. “Detail sejarah adalah fondasi memori kolektif,” ujarnya.
Meski begitu, Ketua Komunitas Roodebrug Soerabaya, Satrio Sudarso, menilai akhir pekan memberi keuntungan karena lebih banyak masyarakat bisa hadir tanpa mengganggu lalu lintas. Pemkot juga mengakui alasan praktis ini.
Terlepas dari polemik, semangat perlawanan tetap terasa. Merah Putih berkibar kembali di Hotel Majapahit, meneguhkan pesan bahwa Surabaya adalah kota dengan keberanian yang tak lekang oleh waktu. (kim)