IM.com — Pementasan teater Skolah Skandal menjadi momentum penting kebangkitan Bengkel Muda Surabaya (BMS) yang genap berusia 53 tahun.
Lakon yang dihadirkan pada gelaran BMS Movement bertema “Surabaya Ayo Bicara” pada 10–11 Desember 2025, bukan hanya menandai kembalinya sanggar teater tertua di Surabaya, tetapi juga memberi edukasi publik mengenai seni sebagai ruang kritik sosial yang elegan.
Meski Surabaya diguyur hujan deras sepanjang hari, sekitar 250 penonton tetap memadati gedung Balai Kebudayaan, komplek Balai Pemuda Surabaya, Jawa Timur.
Pertunjukan dimulai pukul 21.00. Antusiasme tersebut menunjukkan bahwa teater masih memiliki tempat penting dalam denyut kebudayaan kota.
Tawa ringan sesekali terdengar, namun selebihnya penonton mengikuti alur cerita dengan penuh perhatian hingga tirai tertutup pukul 22.00. Tidak ada yang tergesa meninggalkan ruangan, sebuah penanda bahwa pesan lakon masih menggema kuat.
Naskah Lama yang Relevan
Lakon Skolah Skandal yang ditulis Akhudiat pertama kali dipentaskan pada Festival Seni Surabaya 2011. Sejak itu naskah ini jarang diangkat kembali. Di tubuh BMS sendiri, produksi terakhir—Perempuan Perkasa dan Skak Mat—dipentaskan pada Desember 2017 sebelum sanggar memasuki masa vakum panjang.
Ketua Program BMS, Ndindy Indiyati, menyebut kebangkitan ini bukan proses yang mudah. “Mencari generasi penerus itu sangat sulit. Banyak anak muda sekarang tidak mau berproses. Maunya instan,” ujarnya, menekankan pentingnya pendidikan teater yang konsisten dan berkelanjutan.
Sutradara Heroe Budiarto memilih Skolah Skandal karena lapisan kritiknya terasa semakin relevan. Lakon ini menempatkan penjara sebagai metafora dunia mini tempat kekuasaan diperjualbelikan, harapan dinegosiasikan, dan keadilan dilelang. Semua digerakkan oleh uang.
Gaya pementasan dibuat ringan dan dinamis, dipadu kostum modern warna-warni, gerak tari, serta lagu-lagu satire. Pendekatan ini memungkinkan pesan sosial tersampaikan tanpa terasa menggurui, justru membuka ruang refleksi bagi penonton mengenai fenomena yang dekat dengan realitas sehari-hari.

Sinergi Antar Generasi
Dalam produksi kali ini BMS memadukan pemain senior dan pendatang baru. Ndindy Indiyati, Saiful Hadjar, dan Ipong hadir sebagai pilar dramaturgi, sementara talenta baru seperti Dela, Renita, Asti, Mauren, Bilqis, Rinov, dan Zain menjadi penggerak energi panggung yang segar.
Bagi BMS, kolaborasi lintas generasi bukan sekadar strategi artistik, tetapi tradisi pendidikan teater yang sudah melekat. “Setelah pertunjukan ini kita akan evaluasi. Belajar terus, belajar,” ujar Heroe, menegaskan komitmen pembinaan kader seni panggung.
Optimisme senada disampaikan Jill Kalaran, anggota senior BMS sekaligus penata artistik. Ia memastikan bahwa BMS akan memproduksi pertunjukan minimal satu kali setiap tahun ke depan.
Tekad tersebut menjadi penanda bahwa BMS tetap ingin hadir sebagai ruang kreatif, laboratorium seni, sekaligus penanda arah bagi ekosistem seni pertunjukan Surabaya.
Setelah 53 tahun perjalanan, BMS terbukti masih menjadi bagian penting dalam memelihara keberlanjutan budaya kota. Pertanyaan kini mengarah pada karya apa yang akan mereka garap berikutnya.
Apa pun pilihan itu, para penikmat seni tampaknya siap menunggu, sebab kehadiran BMS selalu membawa percakapan baru dalam ruang kebudayaan Surabaya. (kim/wid)










































