IM.com – Penyerapan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) belum optimal. Hingga akhir Juli 2018, pemerintah pusat baru menyalurkan TKDD sebesar 448,6 triliun atau 58,6 persen dari alokasi di APBN sebesar Rp 766,1 triliun, Rp 60 triliun di antaranya merupakan dana desa.
Rinciannya, dana TKD yang sudah disalurkan pada Juli 2018 sebesar Rp 412,8 triliun atau 58,5 persen dari pagu di APBN. Sedangkan, Dana Desa Rp 35,9 triliun atau setara dengan 59,8 persen dari pagu APBN. Angka tersebut lebih tinggi 0,02 persen pada tahun lalu yang sebesar Rp 35,8.
“Untuk Dana Desa kita masih tumbuh sama dengan atau belanja sama dengan tahun lalu 59,7 sehingga growthnya 0 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Direktorat Jenderal Pajak, hari ini (15/8/2018).
Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan TKD hingga Juli 2018 ini negatif dibandingkan dengan serapan pada periode yang sama tahun lalu, Juli 2017. Menurut Sri Mulyani tahun lalu pertumbuhannya 3 persen untuk Transfer Ke Daerah.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan TKDD yang Rp 448,6 triliun, masih lebih kecil dari alokasi di APBN yang sebesar Rp 766,2 triliun.
Menurut Astera Primanto angka penyaluran tersebut lebih rendah Rp 10,5 triliun jika dibandingkan dengan TKDD Juli tahun sebelumnya yang sebesar Rp 459,1 triliun. “Hal ini dipengaruhi realisasi dana perimbangan terutama lebih rendahnya realisasi DBH (Dana Bagi Hasil) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) Fisik,” kata Astera.
Jebloknya penyerapan dana desa ini sejatinya sudah bisa dilihat sejak awal tahun anggaran 2018. Ada beberapa fadtor yang melatari jebloknya penyerapan TKDD.
Kementerian Keuangan menyatakan realisasi transfer daerah dan Dana Desa sepanjang lima bulan pertama 2018 kemarin melambat jika dibanding periode yang sama tahun lalu. Hingga 31 Mei, realisasi dana transfer ke daerah baru mencapai Rp 300 triliun.
Realisasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan tahun 2017 yang sudah berhasil mencapai Rp 306,5 triliun. Sementara Dana Desa, pada periode yang sama baru terealisasi Rp 20,66 triliun, turun Rp 7,53 triliun jika dibandingkan 2017
Menkeu Sri Mulyani sebelumnya mengatakan turunnya serapan dana desa, salah satunya disebabkan oleh pelaksanaan Program Padat Karya Tunai yang dijalankan pemerintah dengan dana tersebut tersendat. Selain itu, realisasi dana desa juga terhambat oleh daerah yang masih kesulitan memenuhi syarat penyaluran.
Sementara itu untuk transfer ke daerah, penurunan realisasi disebabkan oleh masalah administrasi.
Sebagian daerah penerima dana alokasi khusus (DAK) fisik dan dana insentif daerah (DID) belum dapat memenuhi syarat administrasi penyaluran kedua.
Dana Desa di Mojokerto Rawan Penyimpangan
Untuk Kabupaten Mojokerto, tahun ini, Pemerintah Kabupaten mendapatkan kucuran anggaran dana desa yang cukup besar senilai Rp 208 miliar. Rencananya, dana desa itu akan diperuntukkan untuk pembangunan desa wisata di seluruh kecamatan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Mojokerto, Ardi Sepdianto menjelaskan, dana desa yang akan disalurkan ke rekening masing-masing kas desa akan disalurkan melalui tiga tahapan.
Untuk tahapan pertama, akan disalurkan sebanyak 20 persen, lalu 40 persen dan terakhir sebanyak 40 persen.
Sayangnya, penggunaan dana desa di Kabupaten Mojokerto sudah dicemari praktik penyelewengan oleh oknum kepala desa hingga menyeret pejabat Pemkab. Belum lama ini, Kejaksaan Negeri Mojokerto menahan Kepala Desa Banjarsari (nonaktif), Kecamatan Jetis, Andi Mulyono (40), atas dugaan kasus korupsi penyimpangan penyaluran dana desa dan alokasi dana desa (ADD) tahun anggaran 2015 sebesar Rp 487 juta.
Dalam kasus ini, kata Agus, dana yang diselewengkan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi mencapai Rp 191 juta. Dana tersebut digunakan di luar aturan dan tidak sesuai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Des) tahun 2015.
Tak sampai disitu, Komisi Pemberantasan korupsi pun saatini sedang mengembangkan dugaan kasus korupsi Bupati Mustafa Kamal Pasa pada penyelewengan dana desa. Penyidik KPK telah mengorek keterangan dari Kepala DPMD Kabupaten Mojokerto Ardi Sepdianto terkait penggunaan dana desa tahun 2017 senilai Rp 236,5 miliar.
“Saya hanya dimintai data nama-nama kades se Kabupaten Mojokerto,” kata Ardi kepada wartawan sebelum meninggalkan Mapolresta Mojokerto, Senin (7/5/2018).
Selain menyerahkan data yang diminta penyidik KPK, Ardi mengaku sempat dimintai keterangan. Menurut dia, pertanyaan penyidik seputar tugas pokok dan fungsi dirinya selaku Kepala DPMD Kabupaten Mojokerto, serta penggunaan dana desa tahun 2017.
“Dana desa ditanyakan sedikit, sesuai saya menjabat tahun 2017. Dia (penyidik KPK) hanya tanya mekanisme, penganggaran dan pelaksanaannya bagaimana,” ungkapnya. (aku/im)