IM.com – Keberadaan pabrik PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) di Jalan Raya Lakardowo, Kecamatan Jetis, Mojokerto terus menimbulkan gejolak. Warga Desa Lakardowo kembali menyuarakan protes dan tuntutan agar pabrik yang yang menimbun limbah B3 di bawah tanah itu dibongkar karena membahayakan lingkungan serta masyarakat di sekitarnya.
Tuntutan itu terus digemakan sekitar 300 warga Desa Lakardowo dalam aksi unjuk rasa di depan pabrik PT PRIA. Ratusan warga yang tergabung dalam Perkumpulan Penduduk Lakardowo Bangkit (PENDOWO BANGKIT) itu mengungkapkan, limbah yang ditimbun di bawah gudang pabrik tergolong zat kimia beracun dan berbahaya.
“Ada ribuan ton limbah B3 yang ditanam di bawah pabrik PT PRIA. Timbunan limbah ini yang menjadi sumber pencemaran,” kata Korlap aksi warga, Heru Siswoyo (32) di lokasi demonstrasi, Rabu (20/2/2019).
Ada 61 jenis limbah yang menurut warga ditimbun di gudang PT PRIA dan beberapa titik yang kini diatasnya sudah terdapat rumah warga. Diantaranya, limbah fly ash, bottom ash, limbah medis, pabrik kertas, limbah cair, serta produk kadaluarsa.
Limbah-limbah tersebut diyakini telah mencemari lingkungan, khususnya sumber air yang selama ini dikeluhkan warga.
“Paling fatal dampaknya terhadap kualitas air. Kami pantau 100 sumur di Lakardowo, hasilnya ada 80 persen sumur yang TDS atau kadar zat terlarut di dalam airnya di atas baku mutu,” imbuhnya.
Dampaknya, cukup memprihatinkan. Heru menceritakan, pada 2018 lalu ada bayi yang lahir di desa ini terpaksa tidak dimandikan dengan air dari sumber di kawasan tersebut lantaran tercemar.
“Itu yang merekomendasikan dari doker RS Citra Medika. Jadi terpaksa dimandikan dengan air kemasan,” bebernya.
Heru mengungkapkan, sedikitnya 51 titik penimbunan limbah B3 di Desa Lakardowo yang. Dari 51 titik, baru dua titik yang diclean-up oleh DLHK Provinsi Jawa Timur pada bulan Januari lalu.
“Puluhan titik timbunan limbah jenis fly ash dan bottom ash itu berada di bawah rumah-rumah warga Desa Lakardowo,” ungkapnya.
Menurut Heru, praktik dumping limbah B3 di Desa Lakardowo membuat sebagian air sumur warga tak memenuhi baku mutu. Yang paling fatal dampaknya terhadap kualitas air.
“Kami pantau 100 sumur di Lakardowo, hasilnya ada 80% sumur yang TDS atau kadar zat terlarut di dalam airnya di atas baku mutu,” ujarnya.
Para demonstran mengecam langkah PT PRIA yang memanfaatkan ketidaktahuan warga soal bahaya limbah. Sehingga warga pun selama ini tertipu menggunakan material yang dihasilkan dari limbah (bottom ash) berbahaya itu untuk keperluan mereka.
“Yang paling disesalkan, karena tidak tahu warga malah mau membeli limbah fly ash dan bottom ash itu dengan harga Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu per rit, di antaranya untuk menguruk, membangun rumah dan lainnya,” tandas Heru. Menurut Heru, karyawan dari pabrik itulah yang menjadi makelar penjualan limbah ke warga.
Lebih jauh, Pendowo Bangkit juga menguak indikasi pelanggaran operasional yang dilakukan PT PRIA. Pabrik itu sudah berani melakukan aktifitas penimbunan limbah sejak 2010.
“Padahal izin dari pemerintah baru turun tahun 2014,” ujar Heru. “Jadi mereka melakukan aktifitas terlebih dahulu, termasuk penimbunan baru kemudian mengurus izinnya.”
Karena itu, pihaknya mendesak agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta pemeritah daerah turun tangan untuk membongkar titik timbunan dan mengangkat limbah B3 PT PRIA dari tanah.
“Harus dibongkar lantainya (lantai gudang PT PRIA). Warga akan terus bergerak karena PT PRIA tidak mengantongi izin landfill,” tegasnya. (joe/im)