IM.com- “Kukuruyuuuuuuuk, jagone Cindelaras, omahe tengah alas, payone godhong klaras, bapakne Raden Putra.”
Suara kokok ayam dan syair Jawa membuka lakon Cindelaras, cerita rakyat masyhur dari Jawa Timur, di Gedung Wayang Orang Bharata (WOB), Senen, Jakarta Pusat, akhir pekan lalu. Pagelaran pun dimulai.
Alkisah, tersebutlah seorang raja dari Kerajaan Jenggala bernama Raden Putra. Sang raja memiliki seorang istri dan selir yang cantik jelita. Namun, sang selir memiliki sifat iri dan dengki terhadap istri raja. Ia berkehendak menjadi permaisuri dengan memfitnah istri raja.
Selir berpura-pura sakit, lalu bersekongkol dengan seorang tabib istana. Saat selir diperiksa oleh tabib, sang istri raja dituduh meracuni selir. Raja Putra pun murka, kemudian menyuruh patih untuk membunuh sang permaisuri di hutan. Tetapi, sang patih tahu bahwa selir memiliki akal yang licik, sehingga ia tak sampai hati membunuh istri raja, lalu ditinggalkannya sang permaisuri di hutan.
Waktu berlalu. Di tengah hutan belantara, akhirnya istri sang raja melahirkan seorang putra bernama Cindelaras. Parasnya tampan, lincah, dan berteman dengan hewan-hewan penghuni hutan. Suatu hari, Cindelaras menemukan telur, kemudian menetas menjadi ayam jago yang kuat. Kehebatan ayam ini pun terdengar hingga Kerajaan Jenggala.
Akhirnya, sang raja menantang jago milik Cindelaras, dengan taruhan seluruh harta kekayaan raja akan menjadi milik Cindelaras jika sang raja kalah. Sebaliknya, jika ayam jago Cindelaras kalah, ia harus siap digantung di hadapan sang raja.
Dalam sekejap, ayam jago Cindelaras mengalahkan jago raja. Saat itu juga, sang jago berkokok “Kukuruyuuuuuuuk, jagone Cindelaras,omahe tengah alas, payone godhong klaras, bapakne Raden Putra.” (Kukuruyuuuuuuk, ayam jantan milik Cindelaras, rumahnya di tengah hutan, atapnya daun kelapa, ayahnya bernama Raden Putra).
Raden Putra kaget mendengarnya. Akhirnya, ia menyesal telah menyuruh patih membunuh istrinya. Saat pertandingan berlangsung, istri sang raja menampakkan diri dan menjelaskan bahwa ia telah difitnah. Raden Putra akhirnya menghukum selir dan tabibnya.
Bagi generasi millenials saat ini, cerita Cindelaras kemungkinan besar akan dianggap asing. Anak-anak masa kini biasanya menghabiskan akhir pekan dengan permainan gawai mereka, atau jalan-jalan di mal. Tetapi, tidak dengan anak-anak yang terlibat pementasan di WOB ini.
Algani Haryoputro Brotoasmoro, bocah laki-laki berparas tampan, buah hati pasangan KP Haryo Hartono Brotoasmoro dan Rahma Putri Siregar, didaulat menjadi pemeran Cindelaras kecil. Algani yang masih duduk di kelas empat sekolah dasar ini memang memiliki hobi bermain peran sejak tiga tahun lalu.
“Seru-seru aja sih jadi Cindelaras,” ujar Algani. Pementasan Cindelaras yang merupakan kolaborasi Gelar, Teman Cerita, dan Yayasan Adhi Budaya ini merupakan peran pertamanya dengan dialog berbahasa Indonesia. Biasanya, Algani berdialog dalam bahasa Inggris.
Sang ayah pun mendukung penuh. “Banyak pesan moral dan nilai-nilai budaya yang wajib diketahui oleh generasi penerus, sehingga dapat menumbuhkan rasa bangga terhadap leluhurnya,” ujar Haryo.
Harapan ini, tentu saja, tidak berlebihan. Cerita Cindelaras, misalnya, mengandung banyak pesan positif, seperti menghindarkan diri dari perbuatan iri dan dengki, dan mensyukuri karunia yang telah diberikan Tuhan. (natgeo)