IM.com – Warga Desa Karangdiyeng, Kecamatan Kutorejo berunjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Selasa (27/12/2016). Warga menuntut pengadilan mengembalikan tanah kas desa (TKD) seluas 2 hektare yang telah dirampas oknum warga.
“Kami menuntut supaya Pengadilan Negeri Mojokerto mencabut akta damai dari PJ kades dengan Sahri CS,” kata Koordinator Aksi, Afandi kepada wartawan di lokasi.
Pria yang juga menjabat Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Karangdiyeng ini menjelaskan, perjuangan warganya itu untuk mempertahankan TKD yang saat ini direbut oleh ahli waris eks Kades Karangdiyeng, Sahri.
Menurut dia, pada tahun 1973, tanah aset desa yang menjadi tanah ganjaran Kades seluas 2 hektare itu diatas namakan eks Kades Karangdiyeng, Kajid. Setelah Kajid wafat, ahli warisnya pun menggugat kepemilikan tanah tersebut. Namun, gugatan Sahri ke PTUN Surabaya, PN Mojokerto, dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, kandas.
“Putusan PTUN tanggal 14 Juli 2008 atas gugatan Sahri terhadap BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak dikabulkan. Begitu pula Putusan PN Mojokerto 17 Maret 2015 No 36/pdt.G/2014/PN.MjK dan putusan PT Surabaya tanggal 21 Desember 2015 No 444/pdt/2015/PT.SBY memutuskan bahwa tanah tersebut tanah kas Desa Karangdiyeng,” terangnya.
Namun, lanjut Afandi, pihak Sahri tak patah arang. Putra eks Kades Karangdiyeng itu mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) tanggal 16 Oktober 2016. Sampai saat ini MA belum memutus perkara tersebut. Tak hanya itu, demi menguasai tanah 2 hektare itu, kata Afandi, Sahri diduga bersekongkol dengan PJ Kades Karangdiyeng, Lamat.
Tudingan warga itu mencuat lantaran Lamat secara sepihak membuat akta damai ke PN Mojokerto sekaligus menyerahkan kepemilikan TKD kepada Sahri. “Adanya akta damai tersebut cacat hukum. Padahal jelas-jelas itu aset desa, aset negara. Oleh sebab itu kami menuntut Pengadilan Negeri Mojokerto mencabut akta damai tersebut,” tandasnya.
Aksi ratusan warga ini mendapat respons dari PN Mojokerto. Perwakilan warga diizinkan masuk untuk mediasi.
Sementara Humas PN Mojokerto, Hendra Hutabarat mengatakan belum bisa memberikan statemen terkait persoalan ini. “Saya tak bisa kasih statement karena posisi saya sedang cuti. Yang bisa kasih statement hanya Pak Ketua PN Mojokerto. Barusan saya kontak ke kantor, Pak ketua masih sidang,” tutur Hendra melalui pesan tertulis. (bud/uyo)