IM.com – Sedikitnya 23 anak punk ditangkap Satpol PP di sejumlah simpang empat jalan protokol Kota Mojokerto, Kamis (20/4/2017). Selain mengamen, mereka dianggap meresahkan pengguna jalan karena membawa senjata tajam (sajam). Puluhan anak jalanan yang mayoritas berusia di bawah umur itu, dihukum menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Puluhan anak punk itu terjaring razia Satpol PP di simpang empat Kenanten, Gajah Mada, Sekarsari, dan simpang empat Jalan Majapahit. Salah seorang diantaranya adalah Fikri (15), anak punk asal Ponorogo yang terjaring razia di simpang empat Kenanten.
Bersama empat rekannya, pelajar kelas VIII SMP itu hendak ke Surabaya untuk menonton pertandingan Persebaya vs Madiun Putra di Gelora Bung Tomo malam nanti. “Sampai di sini kami kehabisan uang saku, tadi berlima cuma bawa Rp 70 ribu, akhirnya terpaksa mengamen,” kata Fikri.
Lain halnya dengan Samsul (20), anak punk asal Probolinggo. Bersama belasan temannya, dia hendak kembali ke daerah asalnya setelah berhari-hari berkeliaran di jalan.”Ini mau balik ke Probolinggo, tapi keburu kena razia,” ujarnya.
Mayoritas anak punk yang terjaring razia, berusia belasan tahun. Bahkan, dari 23 orang yang ditangkap Satpol PP, 7 diantaranya gadis yang masih sangat belia. Kendati begitu, tampang muda-mudi itu sudah mirip preman. Tubuh mereka sarat dengan tato. Rambut kumal mereka dicat dengan warna pirang. Belum lagi telinga yang mayoritas memakai anting.
Oleh petugas, puluhan anak punk itu diberi pembinaan. Salah satunya diajari baris berbaris dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ironisnya, sebagian besar anak jalanan itu tak hafal dengan lagu kebangsaan mereka sendiri.
“Harapan kami dengan hukuman itu mereka merasa sebagai orang Indonesia yang harus taat terhadap aturan,” kata Penyidik Satpol PP Kota Mojokerto, Heri Subagyo.
Heri menjelaskan, puluhan anak punk ditangkap berasal dari luar Kota Mojokerto. Meliputi Probolinggo, Pasuruan, Tuluangung, Kediri, dan Ponorogo. Petugas juga menyita 5 buah senjata tajam berupa pisau kecil, alat pemukul dari besi, peralatan mengamen, serta sejumlah telepon genggam. Dia memastikan belum ada laporan adanya tindak kriminal yang dilakukan anak jalanan tersebut.
“Mereka kami amankan karena meminta-minta di jalan, ada intimidasi sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat. Mereka melanggar Perda No 12 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum,” terangnya.
Setelah diberi pembinaan, puluhan anak punk itu diizinkan pulang ke daerah masing-masing. Mereka diarahkan untuk menumpang kendaraan di kawasan By Pass Mojokerto agar tak mengganggu ketertiban di dalam kota.
“Mereka kami suruh minta surat keterangan dari kepala desa masing-masing kalau mereka punya orang tua dan tempat tinggal untuk bisa mengambil HP mereka yang kami sita,” tandasnya.(bud/uyo)