IM.com – Memperbaiki pasar tradisional agar tampak menarik dengan memperbaiki ke bentuk modern terkadang hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Alih-alih dikunjungi pembeli, lalatpun enggan datang. Begitu ekstrimnya analogi tentang Pasar Kliwon, pasar legendaris era ‘80an yang pada tahun 2014 direvitalisasi kini merana, hidup segan matipun enggan.
Siapa yang tak pernah berbelanja ke Pasar Kliwon? Hampir tak ada warga Kota Mojokerto yang berkata tidak, karena di pasar itulah segala kebutuhan bisa diperoleh. Sebagaimana kondisi pasar tradisional pada umumnya yang terkesan kumuh, pemerintah kota melakukan perbaikan dengan menghabiskan dana sebesar Rp 3,2 milyar.Lantai pertama terdapat 18 kios dan 20 lapak sedangkan lantai ke dua ditempati 13 kios.
“Dulunya Pasar Kliwon (PK) sangat ramai pengunjung, mulai sepi sejak tumbuhnya pasar lain maupun pusat perbelanjaan. Tampaknya pengunjung lebih memilih yang aksesnya lebih mudah sedangkan keberadaan Pasar Kliwon berada di dalam gang,” tutur seorang pedagang bernama Fajar Taufik (33), Selasa (10/10/2017).
PK yang berada di kawasan Sidomulyo, Kelurahan Mentikan, Prajurit Kulon, situasinya sepi pengunjung. Oleh para pedagang lokasinya dianggap kurang strategis, terhimpit oleh jajaran pusat perdagangan di Jl. Majapahit sehingga kurang menarik pembeli untuk menghampiri. “Kios-kios di sini banyak yang tutup ditinggalkan pedagangnya,” kata Taufik, bapak seorang anak yang menyewakan beragam baju adat.
Salah satu factor sepinya pengunjung, sepengamatan Taufik, berlangsung sejak tahun 2012 bersamaan dengan tumbuhnya pusat perbelanjaan. Apalagi masyarakat kemudian lebih tertarik pada Pasar Benteng Pancasila yang menggeser pamor Pasar Kliwon.
Jika mengingat masa lalu, daya tarik Pasar Kliwon karena berdampingan dengan Gedung Brantas yang sering menggelar kesenian ludruk. Oleh karenanya, untuk mengembalikan daya tarik tersebut, diharapkan Pemkot Mojokerto berkenan menggelar acara kesenian agar berdampak pada keberadaan PK.
Wajah Pasar Kliwon saat ini tergolong megah. Sebagai pasar tradisional, tak ada lagi kesan kumuh. Namun, kokohnya bangunan dua lantai itu tak sebanding dengan geliat perekonomian di pasar tersebut.
Sepinya pengunjung juga dikeluhkan pedagang pakaian bernama Nurul (60), yang dalam sehari hanya bisa menjual 5
potong pakaian dengan keuntungan tak lebih dari Rp 25 ribu, hasilnya untuk kebutuhan konsumsi harian saja belum mencukupi. Meski sepi, Nurul memilih untuk bertahan. “Ini warisan orang tua saya, jadi saya ingin mempertahankan saja. Mau bagaimana lagi, dijalani saja,” tuturnya melas.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Mojokerto Ruby Hartoyo menuturkan, tahun ini pihaknya tak bisa berbuat banyak untuk memajukan Pasar Kliwon menyusul terbatasnya anggaran. Menurut dia, pasar ini akan dikembangkan tahun 2018. “Kami akan membuat panggung pertunjukan pertunjukan ludruk dan wifi corner, kemungkinan bisa menjadi daya tarik pengunjung,” paparnya. (kus/uyo)