IM.com – Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto barangkali termasuk dari salah satu wilayah dari 888 kecamatan di 111 kabupaten/kota seluruh Indonesia yang dilanda kekeringan seperti disebutkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Warga Dawarblandong mengeluhkan lahan pertanian mereka yang menjadi gersang akibat kemarau panjang.
Masalah ini diperparah tidak adanya tindakan apapun dari pemerintah untuk mengatasi kekeringan ini. Para petani di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lamongan ini kesulitan dalam mengolah sawahnya karena krisis tidak keringnya pasokan air yang cukup.
Akibatnya, banyak lahan yang sudah terlanjur ditanami akhirnya dibiarkan mati. Para petani pun tak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi masalah ini.
“Tahun ini kondisinya parah. Masih mendingan musim lalu. Jadi ya terpaksa dibiarkan. Lah (kemarau) sudah dari bulan empat yang lalu,” ujar Wiji (57), petani asal Dusun Talon Loh, Desa Gunungan, Dawarblandong, Mojokerto.
Menurut Wiji, kekeringan di musim kemarau kali ini berbeda dari biasanya. Pada musim kemarau di tahun-tahun sebelumnya, para petani biasanya masih bisa memanfaatkan waduk desa untuk pengairan. Tetapi, musim ini semua waduk sebagai sumber air persawahan warga setempat kering.
“Biasanya masih bisa ditanami Jagung atau bawang merah. Tapi musim ini tidak bisa satu pun. Bahkan tanaman tebu terpaksa dibiarkan tanpa perawatan,” tandasnya.
Masalah serupa juga dialami Sarto (55), petani asal Desa Jatirowo, Dawarblandong. Ia terpaksa hanya bisa fokus mengurus hewan ternaknya, lantaran tanahnya tidak bisa digarap.
“Ya terpaksa cari rumput sekarang. Itu pun masih susah karena banyak rumput yang kering,” ujarnya.
Musim kemarau pada tahun 2018 ini memang dirasa sangat berat bagi petani di Dawarblandong. Lebih dari sepuluh bendungan yang tersebar di 18 Desa di Dawarblandong yang semuanya mengalami kekeringan.
Bahkan bendungan besar Desa Cinandang yang biasanya terisi air, kini juga kering kerontang. Beberapa bendungan lainnya justru sudah mulai dangkal.
Tidak banyak yang bisa dilakukan para petani, selain berharap musim penghujan segera datang. Pasalnya, dengan kondisi wilayah Dawarblandong yang sulit mendapat pengairan, mereka psimis bisa terus bercocok tanam tanpa bergantung air hujan.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Sutopo Purwo Nugroho mengamini kondisi memprihatinkan para petani dan masyarakat pada musim kemarau kali ini. Menurutnya, kendati musim kemarau 2018 berlangsung normal, tetapi bencana kekeringan menyebabkan 4,87 juta jiwa merasakan dampaknya.
“Sedikitnya 4,87 juta di 4.053 desa di 888 kecamatan seluruh Indonesia terdampak kekeringan ini ,” kata Sutopo melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Menurut Sutopo, pihaknya telah melakukan pendataan kekeringan di berbagai wilayah. Sutopo menjelaskan, kemarau tahun ini menyebabkan pasokan air berkurang dan debit sungai menurun serta sumur pun kering.
“Sebagian masyarakat terpaksa harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Sutopo.
Sutopo mengungkapkan akibat kekeringan ini, sebagian petani harus mengeluarkan biaya tambahan Rp 800 ribu untuk sewa pompa air dan membeli solar untuk mengairi sawahnya.
“Sebagian petani melalukan modifikasi pompa air dengan mengganti bahan bakar solar dengan gas elpiji tiga kilogram sehingga dapat menghemat biaya Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu,” jelasnya. (joe/im)