IM.com – Pasangan suami istri asal Mojokerto, Nur Afif dan Dian Permata Sari akhirnya bisa bernafas lega. Sebab, sembilan kerabatnya di Palu, Sulawesi Tengah yang sempat hilang kontak pascagempa kini sudah dpastikan selamat dari gempa dan tsunami.
“Saya dapat kabar dari saudara yang di Sidoarjo, katanya sembilan kerabat saya selamat dan saat ini dievakuasi ke Luwuk Banggai,” ujar Ratna, kaka Nur Afif kepada wartawan, Kamis (4/10/2018).
Sembilan kerabat Ratna tersebut yakni Andreas Sandono (78), Maria Magdalena (33), Arnol Tokau (35), Wiyadi (36), Ike (36), Bryan (11), Aldo (10), Feren (9) dan Imelda (8). Sembilan warga Mojokerto tersebut kini berada di tempat pengungsian di Kota Palu.
Menurut Ratna, sembilan keluarganya belum berencana menyusul pulang ke Mojokerto. Pasalnya, mereka sama-sama sudah berkeluarga.
“Ada yang suaminya orang Poso dan ada yang istrinya orang Manado. Jadi tidak pulang ke Mojokerto,” tambahnya.
Mereka sempat tidak bisa dihubungi saat Nur Afif bersama istri dan anaknya, Rizky Wildan Maulana (8) memutuskan pulang ke Mojokerto sesaat usai gempa di Palu. Selama di Palu, pasutri ini tinggal di Perumahan Petobo Permai. Perumahan tersebut diketahui merupakan salah satu lokasi yang terdampak gempa cukup parah.
Saat tiba di kediamannya di Mojokerto, Dian Permata Sari (27) menceritakan detik-detik terjadinya gempa yang disusul tsunami. Saat itu, ia bersama suami dan seorang anaknya, Rizky Wildan Maulana (8) tinggal di perumahan Petobo Permai Palu. Di sana, mereka sudah tinggal selama 6 tahun.
Gempa berkekuatan besar dirasakan oleh Dian dan keluarga menjelang Shalat Maghrib. Ketika itu Dian dan Rizky sedang bersantai sambil menyantap hidangan makan sore, sedangkan suaminya berada di dalam kamar.
Tiba-tiba suasana tenang berubah menjadi mencekam, ia merasakan getaran dari dalam tanah. Semakin lama, goncangan itu terasa kencang. Ia bersama anaknya terlempar akibat goncangan. Suaminya bergegas bangun dari tempat tidur, lalu berkumpul dengan Dian dan Rizky di ruang tamu.
Ia semakin panik ketika menoleh ke belakang, tembok di ruang dapur runtuh. Kaca-kaca rumah pun pecah dan berhamburan ke arah mereka. Dagu anak pertamanya itu tergores kaca.
Keluarga kecil ini semakin panik, mereka ingin bergegas ke luar rumah. Sementara, pintu utama tiba-tiba terkunci rapat. Tangan Dian yang berhasil memegang gagang pintu tak bisa membukanya, meski dihentak beberapa kali.
Selang empat menit kemudian, goncangan gempa berhenti. Pintu pun dapat terbuka. Mereka pun kaget mendapati tetangganya yang sudah berada di luar rumah berdarah-darah.
“Sebagian rumah juga terlihat hancur, saya juga melihat ada genangan air di jalan. Saya kira itu air laut,” kata Dian. (jan/im)