IM.com – Pesawat Lion Air JT 610 yang mengangkut 181 penumpang dan tujuh kru jatuh dan tiba-tiba hilang dari radar saat berada di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin pagi (29/10) sekitar pukul 06.33 WIB. Seluruh kru dan penumpang pesawat yang terdiri dari 124 laki-laki dewasa, 54 perempuan dewasa, satu anak-anak, dan dua bayi hingga kini belum ditemukan.
Pesawat type B737-8 Max dengan Nomor Penerbangan JT 610 milik operator Lion Air berangkat dari Bandar Udara Soekarno Hatta, Banten pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Bandar Udara Depati Amir, Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB. Namun di tengah perjalanan, pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP itu kemudian dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 46.15 S – 107 07.16 E.
“Pesawat sempat meminta kembali ke pangkalan (return to base) sebelum akhirnya hilang dari radar,” kata Kepala Bagian Kerja Sama dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Sindu Rahayu, Senin (29/10/2018).
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), M Syaugie mengatakan, Emergency Locator Transmitter (ELT) pesawat Lion Air JT610 tidak terdeteksi oleh Medium Earth Orbit Local User Terminal (MEOLUT) Basarnas.
“Kami sampai bertanya ke Australia yang juga memiliki MEOLUT. Ternyata MEOLUT Australia juga tidak mendeteksi ELT Lion Air JT610,” kata Syaugie dalam jumpa pers di Kantor Pusat Basarnas Jakarta, Senin (29/10/2018).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menduga, ELT tidak menyala karena ikut tenggelam bersama badan pesawat.
Menurut Soerjanto, ELT seharusnya menyala ketika badan pesawat menghadapi tekanan tertentu yang diperkirakan sebagai awal dari kecelakaan.
“Bila sudah tenggelam, ELT tidak bisa mengirimkan sinyal karena sinyalnya merambat melalui udara,” jelasnya.
Di dalam air, pesawat akan mengeluarkan sinyal melalui underwater locator beacon (ULB) yang berupa bunyi “ping” terus menerus. Untuk mendeteksi pesawat di dalam air, digunakan pinger finder.
“Namun, pinger finder sering mengalami gangguan di dalam air, terutama bila ada kapal lewat dan lain-lain. Karena itu, kami akan meminta penyelam membawa pinger finder pada kedalaman 10 meter untuk mendeteksi sinyal ULB,” katanya.
Basarnas telah mengerahkan 130 orang plus 30 orang yang berasal dari kantor SAR Jakarta, Bandung, Cirebon, dan Lampung untuk mencari titik jatuhnya pesawat. Serta ratusan personel gabungan dari TNI-Polri untuk mencari bangkai pesawat dan korban.
“150 orang dari Basarnas, 150 lagi dari TNI-Polri. Tapi tidak menutup kemungkinan dibantu para nelayan disana,” kata Deputi Operasi Basarnas Nugroho Budi di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (29/10).
Nugroho mengatakan, saat ini pihaknya fokus pencarian di dasar laut. Diperkirakan pesawat berada di kedalaman 30 meter.
Hingga sore tadi, tim masih melakukan penyelaman. Sejumlah KTP, pasport, SIM, KTA, BPJS maupun buku tabungan ditemukan tim.
“30-35 meter bisa diselam ya, dibantu juga dari Komando Pasukan Katak (Kopaska),” ucap Nugroho.
Basarnas, kata dia, baru menemukan serpihan-serpihannya saja seperti KTP yang diduga milik penumpang pesawat Lion tersebut. Sedangkan untuk badan utama pesawat dan kotak hitam (blackbox) masih dicari, tetapi titiknya sudah diketahui.
“Itu perkembangan hari ini belum kita dapatkan main body-nya, hanya di permukaan saja,” kata Nugroho.
Menurut Nugroho, Basarnas boleh dikatakan belum secara signifikan menemukan pesawat Lion yang jatuh tersebut. Demikian pula terkait jasad sebanyak 189 penumpang dan kru pesawat yang belum ditemukan.
“Dari alat kita sudah memonitor lokasinya,” ucapnya.
Dari 181 penumpang yang belum diketahui nasibnya, satu orang di antaranya merupakan warga Surabaya. Dia adalah Deryl Fida Febrianto, laki-laki berusia 22 tahun. (ant/im)