IM.com – Murtaji, warga Desa Tanon, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, sesepuh umat Hindu di Kecamatan Papar, menyampaikan penjelasan seputar “Tawur kesanga” kepada Pelda Ermat Sulaiman.
Tawur Kesanga atau Bhuta Yajna adalah upacara yang dilakukan sehari jelang perayaan Nyepi atau Tilem Sasih Kasanga. Upacara tersebut dilakukan berdasarkan “Tri Hita Karana”, yaitu keselarasan dan keharmonisan hubungan tiga elemen.
Tiga elemen yang dimaksud adalah manusia dengan Tuhan atau Parhyangan, manusia dengan manusia atau Pawongan dan manusia dengan semesta alam atau Palemahan.
“Melestarikan alam ini, tujuan utama upacara Tawur Kesanga, termasuk tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang. Kita lakukan, bertujuan melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia,” ungkap Murtaji.
Tawur Kesanga bisa diartikan membersihkan dan mewisuda bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran. Filosofi yang disampaikan di sini, manusia diharuskan menjaga alam dan sumber dayanya, serta tidak merusak lingkungan hidup yang berdampingan dengan alam, dalam artian, bumi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan.
“Manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya, dan perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana,” kata Murtaji.
Menurutnya, perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan, agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang.
Upacara ini mempersembahkan sesaji dan caru, sedangkan terkait filosofinya, dalam hidup ini kita harus berkorban dan melakukan persembahan, agar kehidupan ini menjadi seimbang.
“Pada prinsipnya, panca indra kita diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Meredakan nafsu indra, dapat menumbuhkan kebahagiaan yang dinamis, sehingga kualitas hidup kita semakin meningkat,” jelas Murtaji.
Ia menambahkan, hal tersebut dapat melahirkan sikap mengoreksi diri, dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.
Terkait pelaksanaannya mendatang, dijelaskan Murtaji, tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa, dan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan, tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.
Diakhir perbincangan, Murtaji menuturkan ,“Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. Jaman modern ini, persamaan dan perbedaan semakin kelihatan, dan bukan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu positif, apabila manusia menggunakan akal dan budi yang sehat.”
Perbincangan ini dilakukan tidak lepas dari partisipasi Koramil 16 Papar dalam pengamanan dan penertiban saat pawai ogoh-ogoh mendatang, sekaligus memberikan rasa nyaman dan tentram kepada warga Kecamatan Papar.
Perbincangan ini dilakukan sebagai upaya mengetahui lebih dalam serba serbi berbagai kegiatan yang berhubungan erat dengan Hari Raya Nyepi, khususnya di Kecamatan Papar dan pada umumnya di Kabupaten Kediri. (penrem 082)