IM.com – Naiknya nilai ekspor naik disertai penyusutan impor di Jawa Timur pada Januari 2019 ternyata tak mampu membuat neraca perdagangan terhindar dari defisit. Selisih nerara perdagangan itu disebabkan nilai ekspor emas perhiasan yang menurun drastis selama 3 tahun terakhir yang ditambah beban tingginya impor bahan bakar minyak (BBM).
BPS Jatim menyebutkan, peyumbang terbesar defisit neraca dagang karena penurunan nilai ekpor perhiasan terutama ke Swiss . Selain tingginya ekspor BBM.
Nilai ekspor dan impor yang njomplang itu kemudian menyebabkan nilai neraca perdagangan Jawa Timur selalu defisit selama tiga tahun terakhir.
“Penyebab menurunnya ekspor perhiasan ke swiss itu sendiri belum diketahui penyebabnya. Sedangkan negara lain tujuan ekspor emas perhiasan dari jatim adalah Singapore, Amerika, Tiongkok dan Jepang,” kata Kabid Distribusi Statistik BPS Jatim Satriyo Wibowo, Jumat (15/3/2019).
Data BPS, nilai ekspor Jatim meningkat di bulan Februari 2019 sebesar 1,69 miliar USD. Rinciannya, ekspor non migas 1,602 miliar USD dan ekspor migas 84,76 juta USD. Komoditas utama non migas seperti emas perhiasan, lemak minyak hewan dan nabati, serta kayu dan barang dari kayu.
Sementara untuk nilai impor Jatim selama Februari 2019 mencapai 1,75 miliar USD, dengan rincian impor non migas USD 1,432 miliar dan impor migas 320,21 juta USD, dengan komoditas utama mesin, barang plastik dan besi baja. Sehingga nilai neraca perdagangan Jatim defisit sebesar 65,6 juta USD.
Neraca Dagang Nasional Surplus 330 juta USD
Defisit Neraca Perdagangan di Jatim sedikit berbeda dengan kondisi nasional. Data BPS menyebutkan, neraca dagang pada Februari 2019 membaik dengan surplus 330 juta USD seiring kinerja impor yang menurun tajam.
Angka tersebut berbanding terbalik bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang defisit 52,9 juta USD serta Januari 2019 yang defisit 1,16 juta USD. Kinerja neraca dagang yang surplus ini setelah empat bulan berturut-turut mencatat defisit.
“Surplus terjadi karena impor turun tajam, meski ekspor juga menurun,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (15/3/2019).
Dari sisi sektor, BPS mencatat surplus perdagangan Februari lebih banyak disumbang oleh surplus non migas sebesar 790 juta USD, berbalik dari bulan lalu yang defisit 704,7 juta USD. Sementara sektor migas defisit sebesar 464,1 juta USD. Dalam komponen migas ini, defisit terjadi karena minyak mentah dan hasil minyak defisit, sementara gas mengalami surplus.
Di samping itu, kinerja ekspor masih melambat pada Februari 2019 di tengah nilai impor yang menurun tajam menyebabkan perolehan suplus perdagangan menjadi kurang maksimal. Suhariyanto mengatakan pada bulan lalu, total ekspor mencapai 12,53 miliar USD, turun 10,03% dibanding Januari 2019.
Sedangkan dibanding Februari 2018 menurun 11,33%. Penurunan ekspor terjadi karena menurunnya ekspor non migas sebesar 9,85% dibandingkan Januari 2019 menjadi 11,44 miliar USD. Dibandingkan peridoe yang sama tahun lalu, ekspor non migas juga turun 10,19%. Sementara ekspor migas turun 11,85% dibandingkan bulan lalu menjadi 1,08 miliar USD. Dibandingkan Februari 2018, ekspor migas turun 21,75%.
“Februari, ekspor selalu menurun dibandingkan Januari karena jumlah hari Februari lebih pendek,” ujar Suhariyanto.
Di sisi lain, pada Februari 2019 impor turun drastis 18,61% dibanding Januari 2019 atau sebesar 12,20 miliar USD. Penurunan impor terjadi di seluruh golongan, baik untuk impor konsumsi, bahan baku, maupun barang modal.
Berdasarkan sektornya, impor non migas turun 20,14% mencapai 10,65 miliar USD dibanding Januari 2019. Sedangkan jika dibandingkan Februari 2018, impor non migas turun 13,98%. Penurunan impor non migas terbesar terjadi pada golongan mesin dan perlatan listrik sebesar 27,80%.
Adapun peningkatan terbesar dicatat impor gula dan kembang gula 216,99%. Sejalan dengan non migas, realisasi impor migas pada Februari 2019 juga tercatat lebih rendah 6,28% atau mencapai 1,55 miliar USD dibanding bulan sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dibandingkan Februari 2018, impor migas lebih rendah 30,53%. Menurut BPS, turunnya angka impor juga disebabkan oleh jumlah hari pada Februari yang lebih sedikit dibandingkan Januari lalu. (im)