IM.com – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa telah mewanti-wanti industri kertas agar tidak main-main dan sembarangan dalam mengimpor barang bekas sebagai bahan baku. Masyarakat patut cemas karena limbah plastik yang tak terpakai bahan baku pabrik kertas memiliki dampak negative yang panjang dan serius.
Selain mencemari lingkungan, ancaman dan bahaya sampah pabrik kertas karena dengan buruknya pengolahan limbahnya. Sebanyak 60 persen dari sekitar 75 ton limbah pabrik kertas per hari yang dibuang di Desa Bangun merupakan sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang.
“Plastik itu lalu dijual ke industri tahu, kerupuk, dan batu bata sebagai bahan bakar. Ini menjadi masalah baru lagi karena bahan bakar plastik itu menimbulkan pencemaran udara yang membentuk senyawa karsinogenik,” papar Khofifah.
Senyawa karsinogenik mengandung zat berbahaya yang bisa dengan mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) dalam sel-sel tubuh hingga menyebabkan kanker dan gangguan proses-proses biologis lainnya.
Mengutip keterangan www.alodokter.com, sebagian karsinogen memang tidak mempengaruhi DNA secara langsung, tapi dapat memicu penyakit kanker dengan caranya sendiri. Zat karsinogen tidaklah selalu menyebabkan kanker, beberapa zat memerlukan kondisi tertentu untuk bisa menjadi karsinogenik terhadap manusia seperti misalnya tidak berbahaya ketika disentuh, namun meningkat risikonya bila tertelan, beberapa zat lainnya dapat memicu kanker, meski paparannya hanya sedikit.
Yang paling beresiko terpapar zat karsinogenik tentu masyarakat yang hampir setiap hari menghirup udara tercemar limbah dan bahan bakar yang dihasilkan dari plastik.
Untuk diketahui, sampah kertas yang diimpor ke Indonesia, mayoritas di Jatim, berasal dari negara-negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Dari Inggris saja, sedikitnya 68 ribu ton sampah yang masuk ke tanah air, sebagian besar digunakan sebagai bahan baku industri kertas di Jawa Timur. (Baca juga: Profesor Ekologi Inggris Kritik Pembuangan Limbah Plastik Negaranya ke Mojokerto).
Alhasil, daerah yang terdapat pabrik kertas seperti Mojokerto (4 pabrik) menjadi tempat pembuangan limbah sisa sampah yang tidak terpakai sebagai bahan baku. Ironisnya, kandungan plastik yang berjumlah besar dalam muatan impor kertas bekas itu dipastikan termasuk dalam limbah tersebut. (Baca: Pabrik Kertas di Mojokerto Gunakan Bahan Baku Sampah Impor, tapi Ipal Buruk).
Namun ada sisi dilematis pada aspek ini. Pemerintah sendiri bakal menghadapi persoalan lebih pelik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Sebab, limbah industri kertas yang dibuang ke Ipal ala kadarnya di sekitar area pabrik justru membawa berkah ekonomi bagi warga. Justru warga di area itulah yang menjadi tangan pertama memilah dan mengkomersilkan limbah. Hasil pemilahan sisa bahan baku yang dikelola petani sampah kertas ini ditadahi oleh distributor untuk kemudian dijual ke industri kecil menengah yang membutuhkan bahan bakar plastik dan kertas bekas. (Baca: Menengok Warga Desa Bangun, Hidup dari Berkah Sampah).
Selain di Desa Bangun untuk tempat pembuangan limbah PT Pakerin, dua desa lain yakni Sukoanyar dan Tanjangrono (Kecamatan Ngoro) yang menjadi lokasi penimpbunan sampah tiga perusahaan kertas sekaligus, PT Mega Surya Eratama, PT Sun Paper Source dan PT Mekabox International. (im)