IM.com – Terpidana kasus pemerkosaan 9 bocah, Muhammad Aris (20) yang lebih memilih mati daripada dihukum kebiri, mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Upaya hukum ini menjadi kesempatan terakhir Aris lolos dari eksekusi hukuman tambahan kebiri kimia.
Terpidana asal Dusun/Desa Mengelo, Kecamatan Sooko, Mojokerto itu berharap, putusan PK dapat membatalkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.
“Putusan ditingkat banding sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Jadi tinggal PK ini upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan,” ujar Aris melalui kuasa hukumnya, Handoyo, saat dikonfirmasi, Selasa (27/8).
Dalam PK itu nanti, Handoyo memasukkan dalil tidak adanya aturan teknis yang mengatur soal pelaksanaan kebiri kimia dalam UU Nomor 17 Tahun 2016. Menurutnya, hukum tidak bisa berlaku surut, sehingga kalau belum ada rumusan yang mengatur soal teknis kebiri, maka hukuman tersebut belum dapat dilakukan. (Baca juga: Mengenal Kebiri Kimia, Menimbang Manfaat dan Dampak Negatifnya).
“Sehingga hukuman itu tidak bisa dilaksanakan. Bagaimana bisa melaksanakan, aturan teknis dan pelaksanaannya belum ada,” tandasnya.
Pihak kejaksaan yang bertindak sebagai eksekutor sesuai putusan pengadilan mempersilahkan terpidana mengajukan PK. Dengan demikian, eksekusi hukuman suntik kebiri terhadap terpidana Aris masih harus menunggu keluarnya putusan PK.
“Ini menjadi upaya terakhir dari terpidana untuk meringankan hukumannya,” kata Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi Jatim Asep Maryono.
Terkait teknis pelaksanaan
kebiri kimia, Kejati Jatim saat ini sedang berkoordinasi dengan pimpinan di
Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait petunjuk teknis pelaksanaan eksekusi hukuman
kebiri kimia.
“Hari ini kami membuat surat permohonan petunjuk teknis
untuk melakukan eksekusi kebiri. Paling lambat besok pagi sudah dikirim ke
Kejagung,” ungkap Asep.
Muh Aris, divonis 12 tahun penjara dan hukuman tambahan
kebiri kimia oleh Pengadilan Negeri Mojokerto. Pemuda yang bekerja sebagai
tukang las itu terbukti bersalah memperkosa 9 bocah perempuan.
Vonis ini merujuk pada Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jatim di tingkat banding. (Baca juga: Terpidana Pemerkosa 9 Bocah Pilih Mati Daripada Dikebiri).
“Ini tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan putusan hukuman tambahan dapat dilakukan usai terpidana menjalani hukuman pokoknya,” ujar mantan Kepala Kejaksaan Negeri Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut. (im)