IM.com – Jabatan Novi Rahardjo sebagai Kepala Dinas Pemuda, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Mojokerto sedang di ujung tanduk. Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Mojokerto mendesak Wali Kota Ika Puspitasari mencopot jabatan Novi karena tidak bisa mengucurkan anggaran sepeser pun untuk lembaga keolahragaan tersebut di tahun 2019 ini.
“Kami menuntut Kadisporabudpar Kota Mojokerto dicopot. Salahnya, tidak bisa memasukkan anggaran KONI tahun 2019,” kata Ketua Umum KONI Kota Mojokerto, Santoso Bekti Wibowo usai demonstrasi dan mediasi tertutup di Kantor Pemkot, Kamis (12/9/2019).
Dampak dari tidak adanya anggaran, para pengurus harus rela merogoh kocek pribadinya untuk membiayai kebutuhan KONI selama tahun 2019. Bahkan kebutuhan untuk mengikuti Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) Jatim 2019 kemarin juga diongkosi dari duit patungan pengurus.
“Tahun ini anggaran dari Dispora untuk KONI, blong (kosong). Katanya akan diakumulasi di tahun anggaran 2020,” kata
Menurut Santoso, hal itu karena ketidakbecusan Kepala Disporabudpar, Novi Rahardjo dalam menangani anggaran. Kepala Disporabudpar, lanjutnya, tidak bisa meloloskan alokasi anggaran untuk KONI yang mandeg di DPRD.
“Padahal walikota sudah menyetujui. Tapi waktu KONI mau mencairkan anggaran, ternyata tidak dicantumka. Dia (Novi) memang tidak mampu ngurus anggaran, terbukti, sudah beberapa kali memimpin dinas anggaran ada tidak dilaksanakan,” tandasnya.
Persetujuan walikota yang diyakini KONI merujuk pada surat yang diteken oleh Kepala Disporabudpar sendiri. Dalam surat tertanggal 10 Juli 2019 yang akhirnya memicu polemik itu, Kepala Disporabudpar menyampaikan kepada Ketua Tim Anggaran Pemkot Mojokerto agar memasukkan anggaran KONI pada draf P-APBD 2019 dengan nilai sesuai disposisi walikota yakni Rp 2,5 miliar.
KONI mengajukan anggaran Rp 3,5 miliar untuk tahun anggaran 2019 dan Rp 3 miliar pada Perubahan APBD 2019. Ternyata walikota hanya mendisposisi Rp 2,5 miliar.
Namun Santoso menceritakan, anggaran itu tiba-tiba mandek ketika sampai di dewan.
“Karena beberapa pertimbangan, dewan tidak berani mengesahkan, takut bermasalah di kemudian hari. Nah, Disporabudpar hanya diam saja, tidak memperjuangkan,” tuturnya. (im)