Pemungutan suara ulang di TPS 1 Wotlemah, Desa Awang Awang, Kecamatan Mojosari, Mojokerto pada Pemilu Legislatif 2019 lalu. Foto: Martin

IM.com – Besaran anggaran Pilkada Kabupaten Mojokerto tahun 2020 masih teka-teki hingga penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), 1 Oktober 2019 nanti. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Mojokerto masih berharap pemerintah menyetujui anggaran Pilkada 2020 yang diusulkan sebesar Rp 52,36 miliar.

Komisioner KPU Kabupaten Mojokerto, Achmad Arif menerangkan, harapan itu masih bisa terwujud. Kendati Pemerintah Kabupaten Mojokerto sudah menyatakan hanya bisa mengalokasikan Rp 48 miliar untuk penyelenggaraan Pilkada serentak 2020. (Baca: Pemkab Mojokerto Cicil Anggaran Pilbup 2020 Rp 30 Miliar).

“Kami menunggu keputusan Menteri Keuangan. Mudah-mudahan fix (disetujui Rp 52,36 miliar) sebelum penandatangan NPHD. Kalau sampai hari H penandatanganan NPHD belum ada keputusan, ya mau tidak mau Rp 48 miliar sesuai persetujuan Pemkab itu,” terang Arif ketika dihubungi, Jumat (27/9/2019).

Sebelumnya, KPU Kabupaten Mojokerto mengajukan anggaran pelaksanaan Pilkada serentak 2020 sebesar Rp 52.360.562.000. Angka tersebut naik cukup signifikan dibanding anggaran pelaksanaan pilkada tahun 2015 silam sebanyak Rp 38 miliar.

Menurut Arif, peningkatan anggaran itu lantaran KPU menghendaki kenaikan honor untuk petugas ad hoc dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara di kelurahan (PPS) sampai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di setiap TPS. Nah, anggaran yang tersedot untuk gaji dan biaya operasional penyelenggara pemilu hingga tingkat tempat pemungutan suara (TPS) ini bisa mencapai 40 persen.

“Berkaca pada pengalaman sebelumnya (Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019), kasihan melihat kerja mereka sampai berdarah-darah begitu. Apalagi KPPS, sebulan sebelum hari H sudah kerja keras. Saat hari H (pencoblosan) malah kerja dari subuh sampai subuh lagi, ada yang 28 jam kerja,” ungkap Arif.

Karena itu, jika anggaran yang diajukan KPU sepenuhnya disetujui Pemkab melalui pertimbangan Menteri Keuangan, maka honor penyelenggara ad hoc akan naik kisaran Rp 250 sampai Rp 500 ribu. Jika ditotal sesuai dengan 18 kecamatan, 304 kelurahan dan perkiraan 1.730 TPS, honor untuk penyelenggara ad hoc ini akan menyedot anggaran sekitar Rp 7,475 miliar.

Rinciannya, masing-masing untuk PPK berkisar Rp 2 juta (anggota) sampai Rp 2,2 juta (ketua), PPS Rp 1,1 juta-Rp 1,3 juta dan KPPS di kisaran Rp 650 ribu-Rp 850 ribu.

“Sebelumnya sangat kecil, untuk KPPS misalnya hanya Rp 400 ribu. Melihat pekerjaan berat mereka, honor segitu apa manusiawi,” cetus Koordinator Divisi Teknis dan Data KPU Kabupaten Mojokerto.

Arif menilai, kenaikan honor sebesar itu untuk penyelenggara ad hoc sangat rasional. Terlebih angka tersebut juga merujuk pada besaran upah untuk petugas ad hoc Badan Pengawas Pemilu di tingkat kecamatan dan kelurahan dengan besaran yang sama.

“Tetangga sebelah (Bawaslu) juga menaikkan honor petugas ad hoc-nya segitu. Dan (anggarannya) sudah realisasi,” tutur alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang ini. (im)

Estimasi anggaran kenaikan honor penyelenggara adhoc Pilkada Mojokerto 2020

Penyelenggara Pemilu Adhoc Ketua Anggota Jumlah
PPK Rp2,2 juta Rp2 jutax4 = Rp8 juta Rp10.200.000×18 Kecamatan= Rp 183.600.000
PPS Rp1,3 juta Rp1,1 jutax2= Rp 2,2 juta Rp3.500.000×304 Desa/Kelurahan = Rp 1.064.000.000
KPPS Rp850 ribu Rp650x6 = Rp 3,6 juta Rp5.350.000×1.730 TPS = Rp6.228.000.000
Total     Rp7.475.600.000
247

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini