IM.com – Siswa SMA/SMK se- Jawa Timur dipastikan kembali gagal menerima seragam gratis pada tahun ini. Ini setelah Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Setdaprov Jatim menunda lelang ulang pengadaan seragam senilai Rp 132 miliar.
Penundaan lelang ulang ini terjadi atas saran Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Saran ini untuk mencegah terjadinya korupsi dalam proses pengadaan seragam gratis tersebut.
“Ini bagian dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK). Semua tender di pemda dalam pengawasan LKPP dan KPK,” kata Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Setdaprov Jatim Yuswanto, Senin (7/10/2019).
Padahal Dinas Pendidikan Provinsi Jatim sebenarnya sudah mengajukan dokumen pengadaan seragam gratis untuk SMK yang akan dilelang (tender) ke UKPBJ Setdaprov Jatim.
Namun sesuai rekomendasi LKPP/Stranas-PK melalui surat pada 1 Oktober kemarin, LKPP tidak menyarankan pelaksanaan tender ulang seragam SMA/SMK dengan metode tender cepat.
“Dalam surat rekomendasi Stranas-PK, dalam hal ini LKPP, tender ulang dengan metode tender cepat tidak disarankan. Inspektorat (Pemprov Jatim) juga menganggap tender cepat kurang optimal karena pekerjaannya kompleks,” ujar Yuswanto.
Alhasil, seluruh siswa SMA/SMK se-Jatim batal memperoleh seragam gratis tahun pada than ajaran 2019/2020. Kalaupun Dinas Pendidikan bersikukuh ingn pengadaan seragam gratis SMA/SMK untuk siswa bsa realisasi pada tahun ajaran ini, maka lelangnya bisa dilelang menggnakan anggaran APBD 2020.
“Kalau pengadaan seragam untuk siswa tahun ajaran ini tetap diadakan, bisa dilelang bersamaan dengan pengadaan seragam tahun ajaran depan,” tandas Yuswanto.
Tender Ditengarai Menangkan CV Maju Jaya
Rekomendasi LKPP agar Pemprov tidak melakukan lelang ulang pengadaan seragam gratis ini tak lepas dari tender sebelumnya yang dibatalkan. Lelang pada Juli 2019 lalu dibagi dalam tiga paket.
Masing-masing yakni Rp 52.536.384.326,00 untuk seragam SMA Negeri dan Swasta. Kedua, lelang seragam SMK Negeri dan Swasta Rp 78.046.135.701,00 dan seragam siswa PK-PLK Negeri dan Swasta HPS Rp 1,5 miliar.
Lelang ini kemudian dibatalkan karena terindikasi bermasalah. Tender pengadaan seragam untuk SMA senlai Rp 52.536.384.326,00 ditengarai telah diatur untuk memenangkan CV Maju Jaya.
Masalah ini kemudian terkuak setelah pantia tender dihujani kritikan sebelum menetapkan pemenang lelang. Banyak pihak menyoroti CV Maju Jaya yang paling berpeluang menjadi pemenang lelang hingga memaksa Pokja Pemilihan 148 (UKPBJ Pemprov Jatim) melakukan verifikasi.
Dan benar, hasilnya perusahaan yang beralamat di Jalan Doho No.55 Kota Kediri itu tidak memiliki kemampuan (keuangan) mengerjakan paket pengadaan senilai Rp 132 miliar. Kekayaan bersih atau ekuitas perusahaan hanya sebesar Rp 3.382.265.773.
Padahal, untuk pengadaan kain seragam SMA Negeri dan Swasta dengan HPS sekitar Rp 52,536 miliar lebih, maka kekayaan bersih (ekuitas) minimal yang harus dimiliki perusahaan adalah sebesar Rp Rp 6.254.331.467,41.
Sedangkan, untuk pengadaan kain seragam SMK Negeri dan Swasta dengan HPS Rp 78,046 miliar lebih, maka kekayaan bersih (ekuitas) minimal yang harus dimiliki perusahaan adalah Rp 9.291.206.61,08.
Kecurigaan terhadap CV Maju Jaya yang diatur untuk memenangkan lelang seragam gratis juga berdasar pengalaman yang lalu.
Catatan dari Forum Advokat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (FAPP) menunjukkan, perusahaan ini pernah mengikuti tender paket serupa di Dinas Pendidikan Provinsi Jatim dan ditetapkan sebagai pemenang pada tahun 2017 silam.
Kala itu, CV Maju Jaya ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan kain seragam sekolah gratis dalam tender ‘Belanja Pakaian Khusus (Pengadaan Seragam Sekolah)” dengan nilai HPS Rp 63.284.261.700,00.
Penawaran CV Maju Jaya yang kemudian tertuang dalam kontrak sebesar Rp 61.731.175.000,00, hanya turun sekitar Rp 2 miliar dari nilai HPS.
Banyak peserta lelang yang berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dan memiliki dukungan keuangan lebih besar justru kalah.
Penyebabnya, hanya satu karena hanya CV Maju Jaya yang lulus evaluasi persyaratan teknis berupa lampiran Hasil Uji Lab Kain yang dikeluarkan Balai Kerajinan dan Batik Jogjakarta dalam surat penawaran.
Nah, pada tender Juli 2019 lalu, syarat ini dikeluarkan lagi oleh Dispendik Jatim. Banyak pihak, termasuk FAPP menilai, syarat ini sangat tidak masuk akal dan memang dikhususkan untuk CV Maju Jaya yang tidak bisa dipenuhi oleh perusahaan lain.
“Apa alasan Pokja atau PPK hanya mengakui hasil uji kain yang dikeluarkan oleh Balai Kerajinan dan Batik Jogjakarta?” tandas Koordinator FAPP Purwadi.
Menurut Purwadi, bahwa lembaga atau laboratarium yang bisa mengeluarkan hasil uji kain tidak hanya Balai Kerajinan Dan Batik Jogjakarta, tapi bisa dilakukan oleh lembaga atau balai lain yang terakreditasi,
Seperti Balai Besar Tektil milik Kementerian Perindustrian yang sudah memiliki Laboratorium Pengujian Tekstil yang telah terakreditasi oleh National Association of Testing Authorities (NATA) Australia (sejak tahun 1994) dan Komite Akreditasi Nasional (KAN) Indonesia (sejak tahun 2003).
“Apakah hasil uji kain yang dikeluarkan Balai Besar Tekstil milik Kementerian Perindustrian tidak memenuhi standar?” cetusnya. (im)