IM.com – Besaran iuran BPJS Kesehatan segera turun lagi. Penurunan ini menyusul putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan Iuran BPJS 100 persen dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Mahkamah menyatakan dasar putusan tersebut karena Perpres 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

“Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah ketentuan di atasnya, antara lain UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004,” bunyi dokumen putusan MA.

Pasal 34 Perpres tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga MA membatalkan pasal tersebut sesuai permohonan KPCDI.

“Menerima dan mengabulkan sebagian permohonan tersebut,” kata Juru bicara MA Andi Samsan Nganro, Senin (9/3/2020).

Sebelumnya, pemerintah menaikkan iuran BPJS 100 persen dengan dasar hukum Pasal 34 Perpres 75/2019. Dengan kenaikan itu, besaran iuran BPJS untuk kelas III menjadi Rp 42 ribu, kelas II Rp 110 ribu dan kelas I Rp 16.000.

KPCDI melalui kuasa hukumnya, Rusdianto Matulatuwa menyambut baik putusan tersebut. Ia menilai Iuran BPJS naik 100 persen memang tidak logsis dan sangat tidak manusiawi.

Tak heran, banyak pihak menolak kebijakan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen.

“Darimana angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen itu didapat, sedangkan kenaikkan penghasilan tidak sampai 10 persen setiap tahun. Ingat ya, parameter negara ketika ingin menghitung suatu kekuatan daya beli masyarakat disesuaikan dengan tingkat inflasi,” jelasnya.

Rusdianto menambahkan, tingkat inflasi ini betul-betul dijaga, tidak melebihi 5 persen. “Nah, ini kenaikkan (inflasi) tidak sampai 5 persen, tapi iuran BPJS dinaikkan 100 persen, inikan tidak masuk akal,” tandasnya.

Sementara pihak BPJS Kesehatan sampai sekarang belum menerima salinan putusan MA. Meskipun, putusan tersebut diketok dua pekan lalu, 27 Februari 2020.

“Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut, “ ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf, Senin (9/3/2020).

Karena itu, Iqbal belum bisa memastikan kebenaran isi putusan MA. Pihaknya akan mempelajari hasil putusan MA jika sudah diberikan salinannya.

Selain itu, BPJS juga akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Pada prinsipnya, BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari pemerintah,” tutur Iqbal. (im)

40

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini